Rabu, 28 Februari 2024

Ancaman Terhadap Telur Penyu

 

         Populasi penyu laut kian terancam, dan bahkan populasi penyu ini makin lama semakin menurun di alam. Diperkirakan pada saat ini lebih dari sekitar 7.700 ekor .Selain ancaman kepunahan penyu datang dari aktivitas manusia ternyata ancaman terhadap penyu yang berasal dari alampun sangat banyak. Erosi dan aberasi pantai adalah salah satu ancaman terhadap penyu terutama pada saat akan mendarat bertelur. Sedangkan ancaman alami lainnya datang dari biawak yang sering memakan telur penyu di pantai, dan kepiting yang sering memakan anak penyu (tukik). Bahkan setelah dewasapun penyu masih memiliki musuh alami yaitu pemangsa lainya seperti ikan hiu dan paus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila dari 100 butir telur penyu yang menetas menjadi tukik, hanya sekitar 2 ekor tukik saja yang dapat tumbuh menjadi dewasa dan kembali ke pantai tempatnya ditetaskan untuk bertelur. Namun ancaman terbesar berasal dari manusia dan kegiatan-kegiatannya, termasuk pengambilan penyu dan telur-telurnya untuk di konsumsi atau cinderamata, degradasi kualitas tempat bertelur, dan polusi. Dari kegiatan-kegiatan tersebut, pegambilan penyu dan telurnya untuk dikonsumsi merupakan ancaman terbesar. Persoalan yang dihadapi selama ini dihadapi adalah masih banyak masyarakat masih gemar memburu telur maupun penyunya untuk dikonsumsi. Meskipun sudah ada banyaknya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan memperjualbelikan telur penyu tampaknya belum memberikan efek jera bagi pelaku penjualan telur penyu yang di lindungi. Apabila masih ada pegadang yang kedapatan menjual telur penyu dan memiliki telur penyu dengan jumlah baik banyak maupun sedikit maka pihak BKSDA melaporkan temuan dari hasil penyidikan ke pihak berwajib yaitu Aparat Kepolisian, dan selanjutnya ditindaklanjuti ke jalur hukum yang berlaku di masyarakat dan negara. terhambatnya penegakan hukum karena banyak ketidak tahuan masyarakat maupun pedagang yang masih menjajakan telur penyu hingga saat ini tentang larangan penjualan telur penyu serta tindak kejahatan yang mereka sendiri tidak tahu bahwa apa yang mereka perbuat adalah suatu perbuatan melawan hukum, kurangnya pengetahuan serta peringatan-peringatan tentang larangan penjualan telur penyu inilah yang membuat pedagang masih saja menjual telur penyu tersebut.

Telur penyu dijual (Sumber:Imam Hanafi (https://kalsel.antaranews.com/berita/11000/telur-penyu-dijual-bebas), 2013)

          Masih banyaknya masyarakat yang hingga saat ini masih saja mempercayai mitos nenek moyang tentang khasiat dan manfaat mengkonsumsi telur penyu yang dipercaya bisa menyembuhkan beberapa penyakit dan juga stamina bagi yang mengkonsuminya. Hal ini lah yang membuat penjual telur penyu masih menjajakan telur dagangannya kepada konsumen serta masyarakat yang masih mempercayai mitos tersebut, sehingga keharmonisan akan pentingnya menjaga satwa yang dilindungi dengan peraturan dan kenyataan yang ada di masyarakat belum terlaksana dengan baik. Para penjual telur penyu juga masih tergiur akan keuntungan besar yang di dapatkan dari penjualan telur penyu tersebut, 1 Kotak telur penyu yang berisi 15 telur penjual bisa mendapatkan keuntungan 20-30 rb perkotak, pelaku penjualan telur penyu yang dilindungi ini juga mengambil kesempatan dari banyaknya permintaan telur penyu dari konsumen yang menkonsumsi telur tersebut, adanya faktor ekonomi sulit juga menjadi dampak dari masih maraknya penjualan talur penyu. Faktor budaya juga menjadi penghambat penegakan hukum terhadap penjual telur penyu, budaya mengkonsumsi telur penyu tak lepas dari mitos yang beredar di masyarakat dari turuntemurun mitos mengkonsumsi telur penyu dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti asma. Tampaknya daya tarik penyu sangat kuat, masyarakat mempercayai penyu yang hidup sampai ratusan tahun memunculkan berbagai asumsi bahwa ketika mengkonsumsi telurnya bisa membuat awet muda dan kulit menjadi halus dan sehat tidak cepat tua, rupanya telur penyu yang memiliki banyak protein dipercaya menyimpan segudang manfaat baik bagi manusia. Sebagian lainnya terutama bagi para lelaki penyu di percaya memiliki khasiat baik bagi kesehatan dan memberikan energi dan kekuatan bagi pria yang menkonsumsinya, sementara itu kajian ilmiah belum bisa menguatkan asumsi budaya masyarakat yang apabila mengkonsumsi telur penyu memiliki banyak kemanfaat bagi tubuh manusia apabila di konsumsi.

        Upaya konservasi yang dilakukan untuk melindungi telur penyu dari ancaman atau predator habitat alami yaitu dilakukan pembuatan sarang semi alami. Tujuan pembuatan sarang semi alami diantaranya untuk memudahkan pengontrolan, pengawasan, menghindari penetasan telur dari air laut saat pasang, dan menghindari gangguan predator alam dan manusia. Induk penyu tidak mengerami telur, setelah bertelur induk penyu akan segera meninggalkan telur- telurnya di pantai dan kembali ke laut untuk mencari makan (Lestari et al., 2019). Keberhasilan penetasan sarang semi alami memiliki daya tetas yang optimal yaitu mencapai 80%,Oleh karena itu perlu dipelajari aspek ekologi dan biologi lingkungan penetasan telur penyu untuk memperoleh hasil penetasan yang optimal. Faktor alam yang mempengaruhi penetasan adalah suhu, kelembaban, jenis pasir, dan kedalaman sarang (Lestari et. al., 2019). Selain itu, masa inkubasi juga memengaruhi keberhasilan tetas, morfologi dan fisiologi serta perilaku tukik yang dihasilkan (Samosir et al., 2018). Pantai peneluran penyu jika dikelola dengan baik maka dapat menjadi satu sumber peningkatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan (Yulita, M. Y. dan I Made Bayu A, 2018). Sebagai daerah yang selalu menjadi tempat peneluran penyu. diharapkan kedepannya dapat dijadikan tempat wisata yang berbasis ekowisata.

         Temperatur yang stabil sangat penting dalam proses penetasan telur penyu sisik, karena akan mempercepat periode inkubasi atau memperceat proses perkem bangan embrio di dalam sarang, untuk selanjutnya penetasan akan lebih cepat tercapai. Hal ini sesuai dengan penelitian Nuitja (1992), yang mendapatkan bahwa pada kedalaman lebih besar dari 35 dari permukaan pasir fluktuasi atau perbedaan temperaturnya benar-benar stabil, sehingga memungkinkan telur-telur penyu dapat menetas dalam persentase tinggi. Kondisi lingkungan yang mempenga ruhi persentase tetas adalah keadaan pasir. Pasir yang baik memiliki fraksi besar dan tidka padat, diduga memiliki porositas yang besar mengakibatkan sirkulasi udara yang baik. Sirkulasi udara yang baik akan memberikan oksigen yang banyak untuk proes metabolisme di dalam telur. Keadaan sepert ini juga ditemukan oleh Nuitja (1992), yaitu adanya sirkulasi udara yang baik akan memberikan perkembangan yang lebih cepat pada embrio dalam telur. Dari aspek vegetasi atau lingkungan. Vegetasi yang baik merupakan daerah yang memiliki jarak yang cukup jauh dengan pasang surut air laut, juga bebas dari gangguan predator lain. Faktor lainnya adalah masa inkubasi dan kedalaman sarang. Sebagaimana yang terlihat pada penelitian yang dilaporkan oleh Suryaningrat (1995), bahwa adanya pengaruh kedalaman sarang terhadap masa inkubasi dan persentase tetas telur penyu lekang (Lepidochelys olivaeae E.). Adanya telur yang hilang atau habis diduga karena adanya predator alami seperti biawak (Varanus salvator) yang merupakan faktor biotic yang menggali sarang dan memakan telur penyu.

Telur Penyu menetas( Sumber:Ardian Fanani (https://travel.detik.com), 2017)

         Faktor-faktor yang mempengaruhi telur dapat menetas dengan jumlah yang banyak maupun gagal menetas karena pengaruh pasir yang digunakan, pergantian pasir yang digunakan, dan kedalaman sarang semi alami tersebut. Menurut Limpus (1979), dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan penyu yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Itupun tidak memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan predator alaminya seperti kepiting, burung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik tersebut menyentuh perairan dalam. Setelah selesai masa bertelur induk akan kembali ke laut, masa pengeraman telur penyu adalah sekitar 45-60 hari dan suhu dalam sarang akan menentukan jenis kelamin dari tukik itu sendiri, jadi semakin rendah suhu yang berada dalam sarang tersebut, maka akan menghasilkan lebih banyak tukik jantan dan begitupun sebaliknya bila suhu sarang tersebut tinggi maka tukik yang banyak dihasilkan adalah berkelamin betina. Tukik yang baru menetas akan mencari jalan ke luar kepermukaan sarang selama 3-7 hari, kemudian tukik akan ke luar dari sarang pada saat malam hari karena suhu lebih dingin dan ancaman dari pemangsa sangat sedikit dan tukik akan langsung menuju ke lautan.


Ditulis oleh : Achmad Alfio Dalish Sumarouw, Dea Pusvitasari, Syiraaz Banafsaj Naca, Lilis Fauziah Agustin, Nanda Eka Prameswara, Indah Dwi Putri Kholipah, Nasya Aliya Anshari

Daftar Pustaka

Manurung, V. R., Barus, E. D. B., Nainggolan, Y. M., Silalahi, K. D., Rayanti, J. (2023).         Karakteristik Habitat Bertelur dan Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di Kawasan Konservasi Penyu Pantai Binasi. QUACOASTMARINE: J.Aquat.Fish.Sci, 2(1) 1–7.

Lasmi., Cahyaningtias. (2021). IDENTIFIKASI ANCAMAN DAN PERAN MASYARAKAT PESISIR TERHADAP KELESTARIAN PENYU DI PANTAI RIANGDUA KABUPATEN LEMBATA. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Muhammadiyah Kupang.

Nurhayati, A., Herawati, T., Nurruhwati, I., Riyantini, I. (2020). Tanggung Jawab Masyarakat Lokal pada Konservasi Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pesisir Selatan Jawa Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

Sumarmin, R., Helendra., Putra, A, E. (2020). DAYA TETAS TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata L.) PADA KEDALAMAN SARANG DAN STRATA TUMPUKAN TELUR BERBEDA. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang

Ario, R., Wibowo, E., Pratikto, I., Fajar, S. (2017). Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali. Departement Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.