Populasi penyu laut kian terancam, dan bahkan
populasi penyu ini makin lama semakin menurun di alam. Diperkirakan pada saat
ini lebih dari sekitar 7.700 ekor .Selain ancaman kepunahan penyu datang dari
aktivitas manusia ternyata ancaman terhadap penyu yang berasal dari alampun
sangat banyak. Erosi dan aberasi pantai adalah salah satu ancaman terhadap
penyu terutama pada saat akan mendarat bertelur. Sedangkan ancaman alami
lainnya datang dari biawak yang sering memakan telur penyu di pantai, dan kepiting
yang sering memakan anak penyu (tukik). Bahkan setelah dewasapun penyu masih
memiliki musuh alami yaitu pemangsa lainya seperti ikan hiu dan paus. Oleh
karena itu tidak mengherankan bila dari 100 butir telur penyu yang menetas
menjadi tukik, hanya sekitar 2 ekor tukik saja yang dapat tumbuh menjadi dewasa
dan kembali ke pantai tempatnya ditetaskan untuk bertelur. Namun ancaman
terbesar berasal dari manusia dan kegiatan-kegiatannya, termasuk pengambilan
penyu dan telur-telurnya untuk di konsumsi atau cinderamata, degradasi kualitas
tempat bertelur, dan polusi. Dari kegiatan-kegiatan tersebut, pegambilan penyu
dan telurnya untuk dikonsumsi merupakan ancaman terbesar. Persoalan yang
dihadapi selama ini dihadapi adalah masih banyak masyarakat masih gemar memburu
telur maupun penyunya untuk dikonsumsi. Meskipun sudah ada banyaknya peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai larangan memperjualbelikan telur penyu tampaknya belum memberikan efek
jera bagi pelaku penjualan telur penyu yang di lindungi. Apabila masih ada pegadang yang kedapatan
menjual telur penyu dan memiliki telur penyu dengan jumlah baik banyak maupun
sedikit maka pihak BKSDA melaporkan temuan dari hasil penyidikan ke pihak
berwajib yaitu Aparat Kepolisian, dan selanjutnya ditindaklanjuti ke jalur
hukum yang berlaku di masyarakat dan negara. terhambatnya penegakan hukum karena banyak
ketidak tahuan masyarakat maupun pedagang yang masih menjajakan telur penyu
hingga saat ini tentang larangan penjualan telur penyu serta tindak kejahatan
yang mereka sendiri tidak tahu bahwa apa yang mereka perbuat adalah suatu
perbuatan melawan hukum, kurangnya pengetahuan serta peringatan-peringatan
tentang larangan penjualan telur penyu inilah yang membuat pedagang masih saja
menjual telur penyu tersebut.
Telur penyu dijual (Sumber:Imam Hanafi (https://kalsel.antaranews.com/berita/11000/telur-penyu-dijual-bebas), 2013)
Masih banyaknya masyarakat yang hingga saat ini masih saja mempercayai
mitos nenek moyang tentang khasiat dan manfaat mengkonsumsi telur penyu yang
dipercaya bisa menyembuhkan beberapa penyakit dan juga stamina bagi yang
mengkonsuminya. Hal ini lah yang membuat penjual telur penyu masih menjajakan
telur dagangannya kepada konsumen serta masyarakat yang masih mempercayai mitos
tersebut, sehingga keharmonisan akan pentingnya menjaga satwa yang dilindungi
dengan peraturan dan kenyataan yang ada di masyarakat belum terlaksana dengan
baik. Para penjual telur penyu juga masih tergiur akan keuntungan besar yang di
dapatkan dari penjualan telur penyu tersebut, 1 Kotak telur penyu yang berisi
15 telur penjual bisa mendapatkan keuntungan 20-30 rb perkotak, pelaku
penjualan telur penyu yang dilindungi ini juga mengambil kesempatan dari
banyaknya permintaan telur penyu dari konsumen yang menkonsumsi telur tersebut,
adanya faktor ekonomi sulit juga menjadi dampak dari masih maraknya penjualan
talur penyu. Faktor budaya juga menjadi penghambat penegakan hukum
terhadap penjual telur penyu, budaya mengkonsumsi telur penyu tak lepas dari mitos
yang beredar di masyarakat dari turuntemurun mitos mengkonsumsi telur penyu
dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti asma. Tampaknya daya
tarik penyu sangat kuat, masyarakat mempercayai penyu yang hidup sampai ratusan
tahun memunculkan berbagai asumsi bahwa ketika mengkonsumsi telurnya bisa
membuat awet muda dan kulit menjadi halus dan sehat tidak cepat tua, rupanya
telur penyu yang memiliki banyak protein dipercaya menyimpan segudang manfaat
baik bagi manusia. Sebagian lainnya terutama bagi para lelaki
penyu di percaya memiliki khasiat baik bagi kesehatan dan memberikan energi dan
kekuatan bagi pria yang menkonsumsinya, sementara itu kajian ilmiah belum bisa
menguatkan asumsi budaya masyarakat yang apabila mengkonsumsi telur penyu
memiliki banyak kemanfaat bagi tubuh manusia apabila di konsumsi.
Upaya
konservasi yang dilakukan untuk melindungi telur penyu dari ancaman atau
predator habitat alami yaitu dilakukan pembuatan sarang semi alami. Tujuan
pembuatan sarang semi alami diantaranya untuk memudahkan pengontrolan,
pengawasan, menghindari penetasan telur dari air laut saat pasang, dan
menghindari gangguan predator alam dan manusia. Induk penyu tidak mengerami
telur, setelah bertelur induk penyu akan segera meninggalkan telur- telurnya di
pantai dan kembali ke laut untuk mencari makan (Lestari et al., 2019).
Keberhasilan penetasan sarang semi alami memiliki daya tetas yang optimal yaitu
mencapai 80%,Oleh karena itu perlu dipelajari aspek ekologi dan biologi
lingkungan penetasan telur penyu untuk memperoleh hasil penetasan yang optimal.
Faktor alam yang mempengaruhi penetasan adalah suhu, kelembaban, jenis pasir,
dan kedalaman sarang (Lestari et. al., 2019). Selain itu, masa inkubasi juga
memengaruhi keberhasilan tetas, morfologi dan fisiologi serta perilaku tukik
yang dihasilkan (Samosir et al., 2018). Pantai peneluran penyu jika dikelola
dengan baik maka dapat menjadi satu sumber peningkatan ekonomi masyarakat
sekitar kawasan (Yulita, M. Y. dan I Made Bayu A, 2018). Sebagai daerah yang
selalu menjadi tempat peneluran penyu. diharapkan kedepannya dapat dijadikan tempat
wisata yang berbasis ekowisata.
Temperatur
yang stabil sangat penting dalam proses penetasan telur penyu sisik, karena
akan mempercepat periode inkubasi atau memperceat proses perkem bangan embrio
di dalam sarang, untuk selanjutnya penetasan akan lebih cepat tercapai. Hal ini
sesuai dengan penelitian Nuitja (1992), yang mendapatkan bahwa pada kedalaman
lebih besar dari 35 dari permukaan pasir fluktuasi atau perbedaan temperaturnya
benar-benar stabil, sehingga memungkinkan telur-telur penyu dapat menetas dalam
persentase tinggi. Kondisi lingkungan yang mempenga ruhi persentase tetas
adalah keadaan pasir. Pasir yang baik memiliki fraksi besar dan tidka padat,
diduga memiliki porositas yang besar mengakibatkan sirkulasi udara yang baik.
Sirkulasi udara yang baik akan memberikan oksigen yang banyak untuk proes
metabolisme di dalam telur. Keadaan sepert ini juga ditemukan oleh Nuitja
(1992), yaitu adanya sirkulasi udara yang baik akan memberikan perkembangan
yang lebih cepat pada embrio dalam telur. Dari aspek vegetasi atau lingkungan.
Vegetasi yang baik merupakan daerah yang memiliki jarak yang cukup jauh dengan
pasang surut air laut, juga bebas dari gangguan predator lain. Faktor lainnya
adalah masa inkubasi dan kedalaman sarang. Sebagaimana yang terlihat pada
penelitian yang dilaporkan oleh Suryaningrat (1995), bahwa adanya pengaruh
kedalaman sarang terhadap masa inkubasi dan persentase tetas telur penyu lekang
(Lepidochelys olivaeae E.). Adanya telur yang hilang atau habis diduga
karena adanya predator alami seperti biawak (Varanus salvator) yang merupakan
faktor biotic yang menggali sarang dan memakan telur penyu.
Telur Penyu menetas( Sumber:Ardian Fanani (https://travel.detik.com), 2017)
Faktor-faktor
yang mempengaruhi telur dapat menetas dengan jumlah yang banyak maupun gagal
menetas karena pengaruh pasir yang digunakan, pergantian pasir yang digunakan,
dan kedalaman sarang semi alami tersebut. Menurut Limpus (1979), dari ratusan
butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya
belasan penyu yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Itupun
tidak memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan predator alaminya
seperti kepiting, burung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu
tukik tersebut menyentuh perairan dalam. Setelah selesai masa bertelur induk akan
kembali ke laut, masa pengeraman telur penyu adalah sekitar 45-60 hari dan suhu
dalam sarang akan menentukan jenis kelamin dari tukik itu sendiri, jadi semakin
rendah suhu yang berada dalam sarang tersebut, maka akan menghasilkan lebih
banyak tukik jantan dan begitupun sebaliknya bila suhu sarang tersebut tinggi
maka tukik yang banyak dihasilkan adalah berkelamin betina. Tukik yang baru
menetas akan mencari jalan ke luar kepermukaan sarang selama 3-7 hari, kemudian
tukik akan ke luar dari sarang pada saat malam hari karena suhu lebih dingin
dan ancaman dari pemangsa sangat sedikit dan tukik akan langsung menuju ke
lautan.
Ditulis oleh : Achmad Alfio Dalish Sumarouw, Dea Pusvitasari, Syiraaz Banafsaj Naca, Lilis Fauziah Agustin, Nanda Eka Prameswara, Indah Dwi Putri Kholipah, Nasya Aliya Anshari
Daftar Pustaka
Manurung, V. R., Barus, E. D. B., Nainggolan,
Y. M., Silalahi, K. D., Rayanti, J. (2023). Karakteristik Habitat Bertelur dan Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys
olivacea) di Kawasan Konservasi Penyu Pantai Binasi. QUACOASTMARINE:
J.Aquat.Fish.Sci, 2(1) 1–7.
Lasmi., Cahyaningtias. (2021). IDENTIFIKASI ANCAMAN DAN PERAN MASYARAKAT PESISIR
TERHADAP KELESTARIAN PENYU DI PANTAI RIANGDUA KABUPATEN LEMBATA. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Muhammadiyah Kupang.
Nurhayati, A., Herawati, T., Nurruhwati, I., Riyantini, I. (2020). Tanggung Jawab Masyarakat Lokal pada
Konservasi Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pesisir Selatan Jawa Barat. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat,
Indonesia.
Sumarmin, R., Helendra., Putra, A,
E. (2020). DAYA TETAS TELUR PENYU SISIK
(Eretmochelys imbricata L.) PADA KEDALAMAN SARANG DAN STRATA TUMPUKAN
TELUR BERBEDA. Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Negeri Padang
Ario, R.,
Wibowo, E., Pratikto, I., Fajar, S. (2017). Pelestarian Habitat Penyu Dari
Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC),
Bali. Departement Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar