Penyu merupakan organisme laut
kelompok reptil yang bernapas menggunakan paru-paru dan memiliki ciri khas
berupa cangkang (karapas) seperti kura-kura, namun penyu tidak memiliki kaki
untuk berjalan di daratan tetapi menyerupai sirip untung berenang cepat di
lautan. Penyu jantan menghabiskan hampir seluruh waktunya di lautan, sedangkan
penyu betina harus kembali ke pantai tempat ia menetas untuk bertelur.
Telur-telur ini kemudian akan menetas menjadi tukik (anak penyu) yang langsung bergerak
mengarah lautan untuk memulai hidupnya. Sayangnya, telur penyu dan tukik
memiliki rasio kehidupan yang sangat kecil akibat adanya ancaman-ancaman dari
luar.
sumber gambar: Google
Sebenarnya, baik di darat maupun
di laut penyu memiliki banyak ancaman, tetapi telur dan tukik menjadi yang
paling mudah terancam. Sekali bersarang, rata-rata penyu dapat bertelur hingga
kurang lebih 130 butir telur. Telur penyu ditinggalkan di sarang oleh induknya
dalam kedalaman tertentu, mudah bagi hewan liar seperti anjing dan ular untuk
menemukan dan memakan telur penyu. Telur penyu juga sejak dulu dimanfaatkan
oleh manusia sebagai sumber bahan pangan yang mudah didapat. Setiap sarang
penyu dapat digali dan diambil telurnya untuk dimakan ataupun dijual. Kepercayaan
yang mengatakan kandungan telur penyu yang baik untuk kesehatan tubuh menjadi
alasan utama penjualan. Faktanya, website kkp.go.id menyebutkan telur penyu
mengandung nutrisi yang kurang dari nutrisi telur ayam, terlebih lagi hanya
kandungan kolesterolnya yang lebih tinggi. Selain itu, polychlorinated biphenyl
(PCB) juga ditemukan di telur penyu. PCB merupakan senyawa kimia buatan manusia
yang digunakan dalam cairan pendingin. Bahan-bahan kimia pencemar seperti PCB
dan lainnya dapat dengan mudah terakumulasi di laut karena limbah yang tidak
diolah dibuang dan terbawa sungai menuju ke laut. PCB diduga masuk ke telur
penyu melalui akumulasi sumber nutrisi tercemar yang dimakan oleh induk penyu.
Penyu memiliki umur yang panjang dan merupakan predator atas pada rantai
makanan (masih di bawah top predator). Oleh karena itu, pencemar laut dapat
terakumulasi di tubuh mangsa penyu sampai ke penyunya sendiri. Umur panjangnya
pun memperpanjang waktunya terpapar cemaran tersebut. Beberapa pencmar kimia
berbahaya dapat menyebabkan tumor pada penyu dan membunuh penyu tersebut.
Kesimpulan dapat ditarik bahwa pencemaran dan penjualan telur penyu dapat
mempercepat kepunahan.
Tukik yang menetas dari telur dan
berhasil selamat dari tangkapan para pemburu telur penyu dan hewan pemakan
telur pun mendapatkan banyak ancaman. Namun ancaman keberlangsungan hidup tukik
lebih besar diberikan oleh alam sendiri. Tukik merupakan mangsa yang mudah bagi
burung, ikan dan hewan lainnya yang hidup di daerah pesisir. Hal ini
menyebabkan penurunan jumlah tukik yang selamat sejak penetasan menjadi dewasa.
Jika tukik selamat dari ancaman tersebut dan berhasil tumbuh menjadi penyu
dewasa, ancaman lainnya akan datang menghampiri. Penyu tumbuh sampai ukuran
yang bervariasi berdasarkan spesiesnya. Spesies terkecil adalah penyu lekang (Lepidochelys oliacea) dengan panjang
mencapai 75 cm dan berat 50 kg, sedangkan terbesar adalah penyu belimbing (Dermochelys coriacea) dengan panjang
mencapai 2.3 m dan berat mencapai 900 kg. Ukuran tubuh penyu ini membuat mereka
mudah terjerat dalam jarring nelayan. Seperti yang kita tahu, penyu bernapas
dengan paru-paru, jika mereka terjerat jaring, tidak dapat bergerak dan
mencapai permukaan, penyu terjerat tersebut beresiko mati karena tenggelam.
Kasus penyu terjerat jaring nelayan umumnya bukan merupakan kesengajaan, oleh
karena itu nelayan harus berhati-hati dalam penjaringan untuk memastikan agar
tidak ada penyu yang terjerat. Untuk menghindari hal itu, beberapa negara sudah
menerapkan teknologi Turtle Excluder
Device (TED) untuk mengeluarkan penyu yang terperangkap masuk ke jaring.
TED bekerja seperti filter untuk memasukkan tujuan penangkapan seperti udang
dan ikan kecil ke dalam jaring dan mengeluarkan yang bertubuh besar kembali ke
luar. Teknologi ini berhasil menurunkan kasus penyu terjerat jaring ikan.
Selain itu, TED juga dapat bekerja pada hewan besar lain seperti ikan pari,
ikan hiu, dan lainnya agar tidak terjerat dalam jaring.
sumber gambar: Dokumen pribadi
Kasus penangkapan penyu secara
sengaja pun pernah marak terjadi di berbagai negara yang memiliki pesisir
tempat penyu bertelur. Penyu ditangkap secara sengaja oleh pemburu untuk
diambil bagian tubuhnya sebagai bahan souvenir
untuk wisatawan. Penyu sisik (Eretmochelys
imbricata) menjadi penyu yang
paling sering diburu untuk tujuan ini karena bentuk dan warna karapasnya yang
indah. Souvenir dari sisik dan
karapas penyu ini biasa dibuat menjadi cincin, gelang, dan aksesoris lainnya.
Selain maksud pembuatan aksesoris, penyu juga terancam ditangkap untuk
dikonsumsi. Beberapa negara masih menjalani praktik konsumsi daging penyu,
bahkan dengan dalih sebagai bahan untuk upacara adat. Seperti yang dibahas
sebelumnya, penyu sangat mudah terpapar dan mengakumulasi cemaran yang masuk ke
laut. Oleh karena itu, mengonsumsi daging penyu dapat menyebabkan bahaya
keracunan atau penimbunan bahan kimia berbahaya di dalam tubuh. Penyu yang
kerap ditangkap dan dikonsumsi adalah penyu hijau (Chelonia mydas)
Satu lagi ancaman terbesar bagi
kehidupan penyu adalah perusakan habitatnya. Kegiatan pembangunan di daerah
pesisir dapat merusak habitat penyu untuk bertelur. Penyu ketika menetas dari
telurnya sudah mengingat lokasi persis di pantai mana ia menetas. Hal tersebut
terjadi karena penyu memiliki kemampuan untuk mengingat medan magent bumi
tempat ia menetas sebagai petunjuk arah. Penyu yang habitatnya terganggu dapat
mengurungkan niatnya untuk bertelur disitu dan kemungkinan akan mencari tempat
baru yang belum tentu aman. Salah satu alasan yang masuk akal ketika penyu
bertelur kembali ke tempat ia menetas adalah karena jika ia mampu bertahan
hidup di pantai tersebut, maka pantai tersebut cukup aman untuk telur sampai
menetas dan untuk tukik sampai mencapai laut. Jika penyu mencari tempat baru,
tempat tersebut belum tentu aman dari ancaman terhadap telur dan tukiknya.
Spesies penyu di dunia ada tujuh,
yaitu penyu belimbing (Dermochelys
coriacea), penyu hijau (Chelonia
mydas), penyu tempayan (Caretta
caretta), penyu sisik (Eretmochelys
imbricata), penyu lekang (Lepidochelys
olivacea), penyu pipih (Natator
depressus), dan penyu kempi (Lepidochelys
kempi). Enam diantaranya ditemukan di lautan Indonesia, hanya penyu kempi
yang daerah jelajahnya tidak mencapai lautan Indonesia dan ditemukan di bagian
Amerika tengah, terutama Meksiko. Keenam spesies yang ditemukan di lautan
Indonesia ini semuanya dilindungi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun
1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan
dan Satwa. Jadi, segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan
hidup, mati maupun bagian tubuhnya itu dilarang. Menurut Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pelaku
perdagangan (penjual dan pembeli) satwa dilindungi (termasuk penyu) dapat
dikenakan hukuman penjara 5 selama tahun dan denda sebesar 100 juta Rupiah.
Pemanfaatan jenis satwa dilindungi hanya diperbolehkan untuk kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan dan penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan.
Selain itu, kementrian dalam negeri pun sudah mengedarkan surat bagi setiap
gubernur daerah (Surat Edaran Mendagri
Nomor 523.3/5228/SJ/2011 tanggal 29 Desember 2011 tentang Pengelolaan Penyu dan
Habitatnya) untuk melakukan tindakan pencegahan, pengawasan, penegakkan
hukum dan penindakan serta mensosialisasikan peraturan perundangan terkait,
sekaligus pembinaan dalam rangka penyadaran masyarakat guna melindungi penyu.
Oleh karena itu mari kita ikut serta dalam upaya perlidungan penyu dari
ancaman-ancaman tersebut, salah satunya adalah dengan tidak membuang sampah
sembarangan dan tidak membeli produk yang berasal dari penyu.