Minggu, 28 Juni 2020

Penyu dan Ancamannya

Penyu merupakan organisme laut kelompok reptil yang bernapas menggunakan paru-paru dan memiliki ciri khas berupa cangkang (karapas) seperti kura-kura, namun penyu tidak memiliki kaki untuk berjalan di daratan tetapi menyerupai sirip untung berenang cepat di lautan. Penyu jantan menghabiskan hampir seluruh waktunya di lautan, sedangkan penyu betina harus kembali ke pantai tempat ia menetas untuk bertelur. Telur-telur ini kemudian akan menetas menjadi tukik (anak penyu) yang langsung bergerak mengarah lautan untuk memulai hidupnya. Sayangnya, telur penyu dan tukik memiliki rasio kehidupan yang sangat kecil akibat adanya ancaman-ancaman dari luar.
sumber gambar: Google

Sebenarnya, baik di darat maupun di laut penyu memiliki banyak ancaman, tetapi telur dan tukik menjadi yang paling mudah terancam. Sekali bersarang, rata-rata penyu dapat bertelur hingga kurang lebih 130 butir telur. Telur penyu ditinggalkan di sarang oleh induknya dalam kedalaman tertentu, mudah bagi hewan liar seperti anjing dan ular untuk menemukan dan memakan telur penyu. Telur penyu juga sejak dulu dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber bahan pangan yang mudah didapat. Setiap sarang penyu dapat digali dan diambil telurnya untuk dimakan ataupun dijual. Kepercayaan yang mengatakan kandungan telur penyu yang baik untuk kesehatan tubuh menjadi alasan utama penjualan. Faktanya, website kkp.go.id menyebutkan telur penyu mengandung nutrisi yang kurang dari nutrisi telur ayam, terlebih lagi hanya kandungan kolesterolnya yang lebih tinggi. Selain itu, polychlorinated biphenyl (PCB) juga ditemukan di telur penyu. PCB merupakan senyawa kimia buatan manusia yang digunakan dalam cairan pendingin. Bahan-bahan kimia pencemar seperti PCB dan lainnya dapat dengan mudah terakumulasi di laut karena limbah yang tidak diolah dibuang dan terbawa sungai menuju ke laut. PCB diduga masuk ke telur penyu melalui akumulasi sumber nutrisi tercemar yang dimakan oleh induk penyu. Penyu memiliki umur yang panjang dan merupakan predator atas pada rantai makanan (masih di bawah top predator). Oleh karena itu, pencemar laut dapat terakumulasi di tubuh mangsa penyu sampai ke penyunya sendiri. Umur panjangnya pun memperpanjang waktunya terpapar cemaran tersebut. Beberapa pencmar kimia berbahaya dapat menyebabkan tumor pada penyu dan membunuh penyu tersebut. Kesimpulan dapat ditarik bahwa pencemaran dan penjualan telur penyu dapat mempercepat kepunahan.
sumber gambar: The Conversation

Tukik yang menetas dari telur dan berhasil selamat dari tangkapan para pemburu telur penyu dan hewan pemakan telur pun mendapatkan banyak ancaman. Namun ancaman keberlangsungan hidup tukik lebih besar diberikan oleh alam sendiri. Tukik merupakan mangsa yang mudah bagi burung, ikan dan hewan lainnya yang hidup di daerah pesisir. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah tukik yang selamat sejak penetasan menjadi dewasa. Jika tukik selamat dari ancaman tersebut dan berhasil tumbuh menjadi penyu dewasa, ancaman lainnya akan datang menghampiri. Penyu tumbuh sampai ukuran yang bervariasi berdasarkan spesiesnya. Spesies terkecil adalah penyu lekang (Lepidochelys oliacea) dengan panjang mencapai 75 cm dan berat 50 kg, sedangkan terbesar adalah penyu belimbing (Dermochelys coriacea) dengan panjang mencapai 2.3 m dan berat mencapai 900 kg. Ukuran tubuh penyu ini membuat mereka mudah terjerat dalam jarring nelayan. Seperti yang kita tahu, penyu bernapas dengan paru-paru, jika mereka terjerat jaring, tidak dapat bergerak dan mencapai permukaan, penyu terjerat tersebut beresiko mati karena tenggelam. Kasus penyu terjerat jaring nelayan umumnya bukan merupakan kesengajaan, oleh karena itu nelayan harus berhati-hati dalam penjaringan untuk memastikan agar tidak ada penyu yang terjerat. Untuk menghindari hal itu, beberapa negara sudah menerapkan teknologi Turtle Excluder Device (TED) untuk mengeluarkan penyu yang terperangkap masuk ke jaring. TED bekerja seperti filter untuk memasukkan tujuan penangkapan seperti udang dan ikan kecil ke dalam jaring dan mengeluarkan yang bertubuh besar kembali ke luar. Teknologi ini berhasil menurunkan kasus penyu terjerat jaring ikan. Selain itu, TED juga dapat bekerja pada hewan besar lain seperti ikan pari, ikan hiu, dan lainnya agar tidak terjerat dalam jaring.
sumber gambar: Dokumen pribadi

Kasus penangkapan penyu secara sengaja pun pernah marak terjadi di berbagai negara yang memiliki pesisir tempat penyu bertelur. Penyu ditangkap secara sengaja oleh pemburu untuk diambil bagian tubuhnya sebagai bahan souvenir untuk wisatawan. Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) menjadi penyu yang paling sering diburu untuk tujuan ini karena bentuk dan warna karapasnya yang indah. Souvenir dari sisik dan karapas penyu ini biasa dibuat menjadi cincin, gelang, dan aksesoris lainnya. Selain maksud pembuatan aksesoris, penyu juga terancam ditangkap untuk dikonsumsi. Beberapa negara masih menjalani praktik konsumsi daging penyu, bahkan dengan dalih sebagai bahan untuk upacara adat. Seperti yang dibahas sebelumnya, penyu sangat mudah terpapar dan mengakumulasi cemaran yang masuk ke laut. Oleh karena itu, mengonsumsi daging penyu dapat menyebabkan bahaya keracunan atau penimbunan bahan kimia berbahaya di dalam tubuh. Penyu yang kerap ditangkap dan dikonsumsi adalah penyu hijau (Chelonia mydas)

Satu lagi ancaman terbesar bagi kehidupan penyu adalah perusakan habitatnya. Kegiatan pembangunan di daerah pesisir dapat merusak habitat penyu untuk bertelur. Penyu ketika menetas dari telurnya sudah mengingat lokasi persis di pantai mana ia menetas. Hal tersebut terjadi karena penyu memiliki kemampuan untuk mengingat medan magent bumi tempat ia menetas sebagai petunjuk arah. Penyu yang habitatnya terganggu dapat mengurungkan niatnya untuk bertelur disitu dan kemungkinan akan mencari tempat baru yang belum tentu aman. Salah satu alasan yang masuk akal ketika penyu bertelur kembali ke tempat ia menetas adalah karena jika ia mampu bertahan hidup di pantai tersebut, maka pantai tersebut cukup aman untuk telur sampai menetas dan untuk tukik sampai mencapai laut. Jika penyu mencari tempat baru, tempat tersebut belum tentu aman dari ancaman terhadap telur dan tukiknya.

Spesies penyu di dunia ada tujuh, yaitu penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu pipih (Natator depressus), dan penyu kempi (Lepidochelys kempi). Enam diantaranya ditemukan di lautan Indonesia, hanya penyu kempi yang daerah jelajahnya tidak mencapai lautan Indonesia dan ditemukan di bagian Amerika tengah, terutama Meksiko. Keenam spesies yang ditemukan di lautan Indonesia ini semuanya dilindungi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jadi, segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya itu dilarang. Menurut Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pelaku perdagangan (penjual dan pembeli) satwa dilindungi (termasuk penyu) dapat dikenakan hukuman penjara 5 selama tahun dan denda sebesar 100 juta Rupiah. Pemanfaatan jenis satwa dilindungi hanya diperbolehkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan dan penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan. Selain itu, kementrian dalam negeri pun sudah mengedarkan surat bagi setiap gubernur daerah (Surat Edaran Mendagri Nomor 523.3/5228/SJ/2011 tanggal 29 Desember 2011 tentang Pengelolaan Penyu dan Habitatnya) untuk melakukan tindakan pencegahan, pengawasan, penegakkan hukum dan penindakan serta mensosialisasikan peraturan perundangan terkait, sekaligus pembinaan dalam rangka penyadaran masyarakat guna melindungi penyu. Oleh karena itu mari kita ikut serta dalam upaya perlidungan penyu dari ancaman-ancaman tersebut, salah satunya adalah dengan tidak membuang sampah sembarangan dan tidak membeli produk yang berasal dari penyu.



Ditulis oleh: Dandy Priamanatha, Divisi Humas KSPL “Chelonia” (2020) 
Sumber:
kkp.go.id
www.wartaekonomi.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar