Jumat, 23 Desember 2022

Vegetasi Pantai Tempat Peneluran Penyu Laut

    Penyu adalah hewan reptil yang menghabiskan sebagian besar masa hidupnya di laut. Penyu memiliki dua pasang tungkai (flipper) yang memungkinkan penyu bermigrasi dalam jarak yang sangat jauh untuk mencari makan. Apabila telah mencapai usia reproduksi, penyu betina akan kembali ke pantai untuk bertelur. Menurut Satriadi et al. (2003), pantai habitat peneluran penyu memiliki beberapa persyaratan umum seperti mudah dijangkau dari laut, posisi cukup tinggi agar telur tidak terendam air pasang, serta pasir yang berukuran sedang. Selain itu, akar vegetasi pantai juga sangat berpengaruh dalam mengikat butiran pasir dan memudahkan penyu pada saat menggali lubang peneluran (Nuitja, 1992).

Sumber gambar: dokumentasi pribadi

    Vegetasi pantai adalah kelompok tumbuhan yang terdapat di daerah interdial (pasang surut) hingga daerah bagian dalam pulau atau daratan yang masih terjangkau air laut (Noor et al. 1999). Salah satu peran penting dari vegetasi pantai adalah sebagai pencegah abrasi. Hal ini karena tumbuhan pantai umumnya memiliki akar yang panjang dan kuat sehingga mampu menahan substrat dari hempasan gelombang (Desai, 2000). Penyu cenderung memilih untuk menggali sarang yang dekat dengan vegetasi karena perakaran vegetasi dapat meningkatkan kelembapan yang memberi kesetabilan suhu pada pasir (Sukresno, 1997 dalam Sepawan, 2017). Vegetasi juga berperan sebagai pelindung alami bagi sarang peneluran penyu agar tidak terpapar sinar matahari langsung, serta mencegah ancaman yang berasal dari ombak air laut, masyarakat, maupun predator (Pradana et al. 2013). 

    Kerapatan vegetasi peneluran berkaitan dengan tutupan vegetasi. Semakin rapat kondisi vegetasi, maka tutupan vegetasi juga semakin besar sehingga dapat menstabilkan kondisi lingkungan sekitar dan memberikan ruang aman pada saat penyu bertelur (Benni et al. 2017). Hutan pantai sebagai habitat yang penting untuk peneluran serta faktor pendukung naungan vegetasi didominasi oleh pandan duri (Pandanus tectorius) dan pandan laut (Pandanus odorifer). Menurut Nuitja (1992), vegetasi pantai yang sesuai dengan habitat peneluran penyu adalah pantai yang didominasi oleh vegetasi jenis tapak kuda (Ipomea pes-capre L.), pandan laut (Pandanus ordorifer) dan waru (Thespesia populnea). Penyu hijau banyak ditemukan melakukan aktivitas peneluran di bawah naungan vegetasi jenis Pandanus tectorius (pandan duri) sebab vegetasi jenis tersebut memiliki sistem perakaran kuat yang mampu menopang runtuhan pasir saat penggalian (S, Argina D. et al. 2016). 

Pandan duri (Pandanus tectorius)


            Pandan duri adalah anggota dari famili Pandanaceae yang sering dijumpai di pesisir pantai dan dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan, bahan makanan, kerajinan, pewarna alami dan lainnya (Raunsay et al. 2018). Pandan duri termasuk jenis tumbuhan semak berbatang tegak dengan tinggi mencapai 15 m, bagian daun mempunyai panjang sekitar 3-9 cm dengan ujung berbentuk segitiga lancip yang berduri dan ujungnya tajam (Darwati et al. 2022). Dengan kondisi morfologi vegetasi tersebut, pandan duri dapat berfungsi dengan baik sebagai pelindung alami penyu untuk bertelur.

Sumber gambar: Paten Park Native Nursery

Daftar Pustaka

Benni, Adi, W., dan Kurniawan. 2017. Analisis Karakteristik Sarang Alami Peneluran Penyu. Jurnal Sumberdaya Perairan, 11(2): 1-6.

Desai SP, Isa-Pratt S. 2000. Clinician’s guide to laboratory medicine. Hudson, Ohio: Lexi Comp Inc.

Darwati, H., Rosmiyati, M., dan Destiana. 2022. Deskripsi Vegetasi Zona Inti Pantai Peneluran Penyu, Desa Sebubus, Kabupaten Sambas. Jurnal Hutan Lestari, 10(1): 220-230.

Noor, R., M. Khazali,I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Ditjen PHKA,WI ± PI. Bogor.

Nuitja, I, N,S. 1992. Biologi dan Ekologi Pelestarian Penyu Laut. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.

Satriadi, A., Rudiana, E., dan Af-idati, N. 2003. Identifikasi Penyu dan Studi Karakteristik Fisik Habitat Identifikasi Penyu dan Studi Karakteristik Fisik Habitat Penelurannya di Pantai Samas, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Ilmu Kelautan, 8(2) : 69-75.

S, A.D., Endrawati, H., dan Redjeki, S. 2016. Analisa Persebaran Sarang Penyu Hijau (Chelonia mydas) Berdasarkan Vegetasi Pantai Di Pantai Sukamede Merubetiri Jawa Timur. Buletin Oseanografi Marina, 5(2): 115-120. https://doi.org/10.14710/buloma.v5i2.15730.

Sepawan, M. 2017. Pengaruh Struktur dan Komposisi Vegetasi Pantai Terhadap Pendaratan Penyu (Chelonioidea) Di Pekon Muara Tembulih Kecamatan Ngambur Kabupaten Pesisir Barat. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

Sukresno.  1997.  Pemanfaatan  Penyu  Laut  di Indonesia. Prosiding Workshop Penelitian dan Pengelolaan Penyu di Indonesia. Wetlands International, Bogor. 181-185.

Paten Park Native Nursery. Pandanus tectorius “Screw Pine”. Tersedia pada https://ppnn.org.au/plantlist/pandanus-tectorius/. Diakses tanggal 17 Oktober 2022.

Pradana, F., A. Said, S., dan Siahaan, S. 2013. Habitat Tempat Bertelur Penyu Hijau (Chelonia mydas) Di Kawasan Taman Wisata Alam Sungai Liku Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura.


Senin, 12 September 2022

Karakteristik Pantai Sebagai Tempat Peneluran Penyu Laut

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Green_Sea_Turtle_swimming.jpg

Penyu merupakan kelompok reptil berkarapas yang memiliki umur panjang serta tersebar luas di Samudera Pasifik, Samudera Atlantik dan Samudera Hindia. Penyu memiliki beberapa karakteristik pada pantai yang akan menjadi lokasi peneluran bagi penyu. Pantai yang berpasir tidak semuanya digunakan untuk bertelur, tetapi dipilih oleh penyu dan sesuai dengan karakteristik yang diinginkan untuk dijadikan sebagai pantai tempat peneluran. Rusaknya kawasan pantai kawasan penyu meletakkan telur, perburuan telur, pengambilan telur dan penurunan jumlah telur yang disebabkan predator alami manusia dan mikroba menjadi faktor dalam penurunan jumlah populasi penyu. Berdasarkan kriteria apendiks CITES (Convention on Internasional Trade in Endangered Species) penyu termasuk ke dalam apendiks I yang mengakibatkan penyu telah mengalami penurunan jumlah populasi bahkan beberapa spesies terancam kepunahan.


1.      Karateristik Habitat Peneluran

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Green_sea_turtle_near_Marsa_Alam.JPG

Penyu hidup di dua habitat yang berbeda, yaitu habitat darat dan habitat laut. Habitat laut sebagai habitat utama bagi keseluruhan hidupnya (Dahuri, 2003)Sedangkan habitat darat sebagai tempat peneluran (nesting ground) bagi penyu betina yang memiliki beberapa karateristik. Habitat untuk bertelur penyu adalah daratan luas dan landai dengan rata-rata kemiringan 30°, dikarena semakin curam pantai akan semakin menyulitkan bagi penyu untuk melihat obyek yang lebih jauh karena penyu hanya mampu melihat dengan baik pada sudut 150° ke bawah. Selain itu penyu biasa meletakkan sarangnya berjarak 30 sampai 80 meter di atas pasang terjauh.

Idealnya, dalam proses peneluran penyu ada beberapa faktor yang dapat mendukung aktivitas tersebut seperti suasana yang sunyi, tidak terdapat penerangan dan tidak ada aktivitas pergerakan yang dapat mengganggu penyu menuju pantai. Pantai peneluran penyu memiliki persyaratan umum, antara lain pantai mudah dijangkau dari laut, posisinya harus cukup tinggi untuk mencegah telur terendam oleh air pasang, pasir pantai relatif lepas (loose) serta berukuran sedang untuk mencegah runtuhnya lubang sarang pada saat pembentukannya. Pemilihan lokasi ini agar telur berada dalam lingkungan bersalinitas rendah, lembab dan substrat memiliki ventilasi yang baik sehingga telur-telur tidak tergenang air selama masa inkubasi (Dharmadi dan Wiadnyana, 2017).

2.  Karateristik Kelembaban Pasir Pantai

https://blog.cwf-fcf.org/index.php/en/threats-to-leatherback-turtles-habitat-loss/

Pasir yang sesuai dengan kelembaban yang tepat mampu menyangga bentuk ruang pada telur. Oleh karena itu, induk penyu akan lebih memilih tempat dengan kelembaban yang tepat (Putra et al., 2014). Lingkungan yang memiliki kelembapan yang rendah atau terlalu kering mengakibatkan persentase kematian lebih tinggi, karena telur penyu sangat sensitif terhadap kekeringan. Persentase menetas lebih tinggi di daerah pasir pantai yang dekat dengan daratan dibandingkan dengan daerah pasir pantai yang dekat dengan laut (80 % : 37%) (Syaiful et al., 2013).

3. Suhu Pasir

Perkembangan suhu secara teratur dan bertahap pada batas-batas suhu 25-35 °C akan menghasilkan laju tetas yang baik dan waktu pengeraman yang relatif singkat. Suhu antara 22-23 °C merupakan batas normal untuk embrionik. Suhu yang diperlukan agar embrio berkembang dengan baik adalah 24-33 °C. Bila suhu di dalam sarang diluar batas suhu tersebut penetasan juga mempengaruhi jenis kelamin tukik yang akan menetas. Bila suhu kurang dari 29 °C, maka sebagian besar adalah tukik jantan. Sebaliknya bila suhu lebih dari 29 °C, maka sebagian besar adalah tukik betina (Yusuf, 2000).

4. Struktur Pasir

Pasir merupakan tempat yang mutlak diperlukan untuk penyu bertelur. Penyu akan memilih daerah tempat bertelur yang sesuai dan aman, tekstur pasir berhubungan dengan tingkat kemudahan penyu dalam menggali sarang. Pasir pantai harus memiliki ukuran butir yang sesuai untuk memudahkan sarang dalam kontruksi.  Berdasarkan hasil penelitian dari (Zakyah, 2016) menunjukkan struktur pasir tidak berpengaruh besar terhadap keberhasilan penetasan telur penyu. Keberhasilan penetasan tertinggi diperoleh dari perlakuan pasir dengan ukuran butir pasir sedang (0,25-0,5 mm), yaitu sebesar 100%. Diikuti perlakuan pasir halus (<0,25 mm) sebesar 99%. Keberhasilan penetasan terendah diperoleh dari perlakuan pasir dengan ukuran butir kasar, yaitu sebesar 97,30%.

5. Lebar Pantai Peneluran

G.L. Shillinger, 2008

Lebar pantai tempat peneluran penyu berkisar 30-80 m. Lebar pantai yang tinggi menyebabkan jarak sarang yang dibuat oleh penyu agak menjauh dari batas pasang tertinggi. Meskipun ada lebar pantai yang kurang dari 30 m, namun pada kenyataannya gelombang air laut pada saat pasang tidak sampai menggenangi daerah tempat sarang penyu, sehingga telur akan tetap aman. Jarak sarang yang tidak terlalu dekat dengan air laut akan menjauhkan sarang penyu dari rendaman air laut (Nugroho et al., 2017).

6. Vegetasi Tumbuhan di Pantai

https://pin.it/68yFfsN

Sarang peneluran penyu seringkali ditemukan di bawah naungan vegetasi pantai. Vegetasi dianggap menambah keamanan untuk meletakan telur-telurnya agar terhindar dari predator. Keberadaan vegetasi tumbuhan mempengaruhi masa inkubasi telur penyu yang berada di dalam sarang. Masa inkubasi pada lahan yang terbuka memiliki rata-rata inkubasi lebih singkat yaitu selama 48 hari dibandingkan dengan masa inkubasi pada lahan yang tertutupi oleh vegetasi dengan rata-rata masa inkubasi lebih lama yakni 50-52 hari (Nugroho et al., 2017). Vegetasi pantai secara tidak langsung mempengaruhi keberadaan penyu untuk bertelur. dikarenakan akar vegetasi yang dapat mengikat butiran pasir dan menghindari terjadinya keruntuhan pasir sehingga akan dapat mempermudah penyu dalam melakukan penggaalian dan proses penelurannya (Pradana et al., 2013). 


Kesimpulan

     Penyu memerlukan tempat lingkungan yang meliputi faktor lingkungan bio-fisik yang baik dan sesuai untuk dijadikan sebagai tempat peneluran penyu seperti mudah dijangkau dari laut, posisi sarang yang cukup tinggi, pasir pantai relatif lepas (loose) dan berukuran sedang, bersalinitas rendah, lembab dan substrat memiliki ventilasi yang baik serta pantai yang bersifat landai atau tidak terlalu miring (Satriadi et al., 2003).



Minggu, 26 Juni 2022

Habitat Alami Penyu Laut

Penyu adalah reptil laut seperti kura-kura yang mampu menjelajahi dunia dengan keempat sirip kakinya. Penyu merupakan organisme ikonik yang hidup di perairan laut dan terdapat 7 spesies penyu yang ada di dunia. Indonesia menjadi salah satu habitat bertelur 6 penyu dari 7 penyu yang ada di dunia. Hal tersebut didasari karena perairan Indonesia menjadi rute perpindahan (migrasi) Penyu Laut di persimpangan Samudera Pasifik dan Hindia. Penyu ditemukan di laut yang hangat hingga sedang diseluruh dunia. Penyu yang dapat ditemui di Indonesia antara lain: Penyu lekang, penyu hijau, penyu belimbing, penyu pipih, penyu tempayan, penyu sisik. Sebagian penyu menempati daerah di pesisir pantai, terumbu karang, perairan dangkal, dan ditempat lainnya.

1. Padang Lamun

Lamun (Seagrass) adalah komponen utama detritus dalam makanan di setiap laut dangkal. Tumbuhan laut ini menyediakan nutrient pada sejumlah hewan invertebrata dan ikan. Dari tujuh jenis penyu yang hidup dilaut, penyu hijau (Chelonia mydas) merupakan jenis penyu yang banyak menarik perhatian baik diluar  negeri seperti Costa Rica (Amerika Tengah). Serawak (Malaysia) dan Australia maupun di Indonesia. Penyu hijau muncul untuk memakan algae hanya pada beberapa habitat yaitu pada daerah terumbu karang, sedangkan pada daerah pesisir, baik di teluk maupun di estuaria makanan penyu hijau adalah lamun. Habitat lamun berfungsi sebagi daerah makanan utama untuk penyu hijau dewasa. Penyu hijau jika memakan lamun sangat berbeda dengan duyung, penyu hijau ini tidak mengganggu substrat atau sistem rhizome dari lamun.

Padang Lamun Menjadi Salah Satu Habitat Penyu
Padang Lamun Menjadi Salah Satu Habitat Penyu

2. Pesisir Pantai

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 65% wilayah laut, Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi yang sangat besar. Potensi tersebut berupa sumber daya alami seperti terumbu karang, hutan mangrove, pantai berpasir, ataupun sumber daya buatan seperti tambak, kawasan pariwisata, kawasan industri dan perhubungan. Pantai juga merupakan wilayah perbatasan antara daratan dengan lautan yang didalamnya terdapat hubungan yang erat antara aktivitas manusia dengan lingkungan daratan dan lingkungan laut.

Penyu merupakan salah satu fauna yang memiliki aktivitas di daerah pesisir pantai untuk bertelur. Pantai tempat penyu bertelur biasanya berpasir lembut dan bersuhu hangat, cocok untuk mengerami telur-telur penyu. Salah satu faktor kehadiran penyu ke pantai karena kondisi bio-fisik pantai yang sesuai untuk peneluran penyu. Secara biologi, kehadiran penyu pada suatu pantai dipengaruhi kondisi sebaran ekosistem dan komposisi vegetasi pantai. Keberadaan hewan predator akan mempengaruhi tingkat jumlah telur penyu dan tukik. Secara fisik, kehadiran penyu pada suatu pantai dipengaruhi oleh tingkat   kemiringan pantai, jenis sedimen atau pasir pantai, tingkat keterlindungan pantai terhadap gempuran energi gelombang laut dan kestabilan pantai.

Penyu Betina Naik ke Pesisir Pantai untuk Bertelur

3. Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan endapan zat kapur yang merupakan hasil metabolisme dari ribuan hewan karang, sedangkan karang adalah hewan yang tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang disebut polip. Manfaat karang sebagai tempat hidup dan pangan bagi ikan, serta menjadi pelindung bagi makhluk laut dan pantai dari hempasan ombak (Salim, 2012). Ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan laut seperti tingkat kejernihan air, arus, salinitas dan suhu. Peran dalam menjaga ekosistem laut yang sehat juga dilakukan oleh penyu salah satunya penyu sisik (Eretmochelys imbricate). Dibekali dengan mulut seperti paruh burung, Penyu Sisik memakan berbagai jenis spons, dengan demikian mereka dapat mengontrol komposisi spesies dan distribusi spons dari ekosistem Terumbu Karang. Spons secara agresif bersaing berebut tempat dengan Terumbu Karang. Dengan memakan spons maka Penyu Sisik memberikan kesempatan kepada Terumbu Karang untuk berkoloni dan bertumbuh.

Tanpa keberadaan Penyu Sisik maka spons sangat mendominasi terumbu karang yang bisa merubah strukttur ekosistem terumbu karang. Penyu memiliki peran penting untuk menjaga kesehatan laut di seluruh dunia selama lebih dari 100 juta tahun. Peran itu antara lain menjaga fungsi terumbu karang supaya produktif hingga memindahkan nutrisi penting dari perairan ke daratan (di pantai). Menurunnya populasi Penyu, berbanding lurus dengan berkurangnya kemampuan Penyu melakukan fungsi pentingnya di laut. Sebenarnya laut kita sudah tidak sehat lagi akibat dari overfishing, perubahan iklim, dan polusi (lpsplsorong, 2018).

Terumbu Karang Menjadi Salah Satu Habitat Penyu

4. Perairan Dangkal

Perairan dangkal adalah bagian perairan yang mendapatkan cahaya matahari yang cukup untuk algae berfotosintesis. Zona ini terletak dari permukaan laut hingga kedalaman 200 meter.

Penyu adalah binatang melata laut yang hampir sepanjang hidupnya berada di dalam laut. Hanya penyu betina dewasa yang naik ke daratan pada waktu-waktu tertentu untuk bertelur. Habitatnya adalah bagian laut yang tidak begitu dalam, dekat daerah pantai peneluran dengan perairan laut yang ditumbuhi alga laut dan lamun. Daerah ini juga menjadi tempat hidup berbagai jenis binatang avertebrata yang menjadi makanan utama penyu sisik. Beberapa jenis lamun dan alga yang tumbuh di daerah seperti ini misalnya Thallasia sp., Gracilaria spp. dan Sargassum spp.

Jenis penyu dan makanannya:

  1. Penyu hijau, makanan utama mereka adalah lamun laut atau alga.
  2. Penyu belimbing, makanan utama mereka adalah ubur-ubur.
  3. Penyu tempayan termasuk karnivora, mereka memakan kerang, kepiting, bulu babi, siput, dan ubur-ubur.
  4. Penyu pipih termasuk kedalam hewan omnivora, makanan utamanya lamun, karang lunak, teripang, ubur-ubur, kerang, udang, dan invertebrata lainnya.
  5. Penyu sisik memiliki makanan utama karang lunak, seperti sponges & anemon, juga cumi dan udang.

Berdasarkan sumber makanannya, daerah perairan dangkal merupakan tempat yang sangat tepat menjadi habitat penyu laut dan perairan dangkal ini menjadi tempat kawin terutama untuk kelompok Chelonidae. Setelah perkawinan, sang jantan akan tetap berada di sekitar karang untuk mencari makan, sedangkan sang betina juga akan tetap berada di perairan dangkal yang dekat dengan pantai.

Perairan Dangkal Merupakan Salah Satu Habitat Penyu 

Penutup

Penyu membutuhkan 3 macam habitat dalam siklus hidupnya, yaitu habitat makan, habitat kawin, dan habitat peneluran. Habitat makan dan habitat kawin berada di perairan yang memiliki karang, sedangkan habitat bertelur berada pada daerah pesisir pantai.