Minggu, 10 Maret 2024

Upacara Adat dan Konservasi Penyu di Pulau Bali

 

 

 

Upacara Adat dan Konservasi Penyu di Pulau Bali

 

 




Pulau bali sangat dikenal dengan dengan adat dan budayanya yang masih kental, masyarakat lokal di Bali pun sangat sering melakukan ritual-ritual atau upacara-upacara adat maupun keagamanaannya. Upacara adat atau keagamaaan di Bali sangat sering melakukan pemberian sesajian. Sesajian adalah makanan yang dihidangkan berupa hewan-hewan seperti anjing, itik, kerbau, babi dan penyu. Di Bali juga ada yang melakukan upacara adat dengan menggunakan daging penyu sebagai sesajiannya, hal ini sangat bertentangan dengan aturan dari pemerintah maupun luar negeri yang sedang mengkampanyekan perlindungan terhadap penyu yang sudah hampir punah. Hal ini juga yang membuat Bali dikenal sebagai tempat pembantaian penyu. Dalam mitologi agama hindu, penyu merupakan penjelmaan dari Dewa Wisnu, yang dimana Wisnu bertugas untuk menolong para dewa dari ancaman roh jahat yang mengganggu ketentraman para dewa. Usaha yang dilakukan yaitu dengan bersatu mencari air amerta atau air kehidupan yang telah hilang, air tersebut ada pada Gunung Mandara. Wisnu menjelma menjadi kura-kura raksasa untuk menyangga Gunung Mandara dengan punggungnya karena terlalu berat, dan keluarlah air amerta atau air kehidupan. Maka disebutnya penyu adalah sebagai penyangga kehidupan di Bumi. 

Penyu sendiri adalah hewan penting bagi masyarakat hindu di bali. Pemanfaatan hewan dalam upacara adat berbeda-beda tergantung pada pengetahuan dan tradisi suku yang bersangkutan. Masyrakat Desa Serangan, Denpasar, Bali, memanfaatkan penyu hanya pada saat upacara adat dan upacara agama Hindu. Dengan menggunakan penyu sebagai sesajian karena penyu melambangkan alas bumi, karena bisa hidup di laut maupun di darat. Dalam konsep Hindu-Bali, tidak ada kekejaman  dalam pembunuhan hewan persembahan, melainkan sebagai bentuk kasih sayang. Roh-roh dari hewan yang telah mati disucikan supaya bereinkarnasi menjadi manusia. Jenis upacara yang mengharuskan penggunaan daging penyu sebagai upacara adat yaitu Pedudusan Agung, Ngenteg Linggih, Eka Dasa Rudra, dan Panca Bali Krama yang di dalamnya mempunyai ritual pecaruan agung. Penggunaan penyu dalam upacara adat juga dikarenakan penyu memiliki makna khusus. Banyak masyarakat yang mengkonsumsi penyu, yang membuat timbulnya tuduhan bahwa Bali merupakan pusat pembantaian penyu di Indonesia.

Penyu memiliki umur panjang yang diyakini bahwa penyu dapat hidup seperti manusia atau bahkan lebih. Dapat bermigrasi dalam jarak beratus-ratus atau ribuan kilometer antara daerah tempat makan dan bertelur. Penyu menghabiskan waktunya di laut tetapi akan Kembali ke darat jika induk tersebut ingin bertelur. Induk penyu bertelur dalam siklus 2-4 tahun sekali dan datang ke pantai 4-7 kali untuk meletakkan ratusan butir telurnya dalam satu kali musim bertelur. Setelah 45-60 hari masa inkubasi, tukik akan muncul dari sarangnya dan langsung berlari ke laut untuk memulai kehidupan dengan bergerak mengikuti arus. Para ahli mengatakan bahwa tingkat keberhasilan hidup hingga usia dewasa sangat rendah sekitar 1-2 % dari jumlah telur yang dihasilkan. Penyu di Indonesia menyebar hampir di seluruh pulau-pulau sekitar 143 lokasi yang telah diidentifikasi.

Dengan adanya keberadaan penyu di dalam perairan maupun saat bertelur, hal tersebut banyak mendapatkan ancaman bagi kehidupannya. Ancaman dalam kehidupan penyu digolongkan menjadi ancaman alami dan ancaman dari perbuatan manusia. Ancaman alami bagi kehidupan penyu yaitu perubahan iklim yang dapat menyebabkan permukaan air naik dan terjadi erosi pantai peneluran sehingga mengakibatkan keseimbangan rasio kelamin tukik, predator terhadap tukik yang baru keluar dari sarang (oleh burung elang, babi hutan, anjing liar dan biawak), tukik di laut (oleh ikan cucut), dan pada penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri atau pencemaran lingkungan perairan. Ancaman yang paling besar bagi penyu di Indonesia yaitu pembangunan daerah pesisir yang berlebihan telah mengurangi habitat penyu untuk bersarang. Penangkapan penyu ini sering kali diambil telur, daging, kulit, dan cangkangnya, dimana biasanya untuk diperjualkan yang membuat populasi dari penyu berkurang. Jembran sendiri ini merupakan salah satu daerah perdagangan penyu terbesar di Bali selain Denpasar. Daging dan telur penyu adalah komoditas mahal, selain untuk dikonsumsi, bagian karapasnya digunakan sebagai bahan kerajinan.

 

 

Ada beberapa hal pula yang dapat mengancam kehidupan penyu, yaitu:

a)      Pemanasan Global, ancaman ini berdampak akan berdampak pada hilangnya habitat tempat bertelur penyu.

b)      Pencemaran dan penyakit, pencemaran air laut diakibatkan oleh sampah plastic, sampah alat tangkap ikan, tumpahan minyak dan berbagai macam sampah yang berdampak langsung terhadap penyu karena tertelan atau tersangkut. Pencemaran secara kimiawi yang berdampak pada menurunnya tingkat kekebalan tubuh pada penyu yang mudah terserang penyakit, termasuk penyakit Fibropapilloma.

c)      Dampak Industri Perikanan, ancaman ini berdampak pada penyu yaitu mortalitas yang tinggi akibat tertangkap tidak sengaja, rusaknya habitat dan perubahan jaring-jaring makanan.

d)      Perburuan, penyu banyak diburu oleh manusia untuk diambil daging dan telurnya untuk di konsumsi dan dimanfaatkan minyak, kulit juga karapasnya.

e)      Pembangunan daerah pesisir, ancaman ini berdampak pada habitat peneluran penyu yang akan hilang dan rusak karena adanya pembangunan daerah di pesisir. Contohnya pada perubahan vegetasi dan adanya lalu lintas kendaraan di pantai.

Bersamaan dengan meningkatnya eksploitasi penyu, pada tahun 1978 pemerintah Indonesia menghadiri CITES dan menyetujui untuk menghentikan perdagangan penyu laut di dunia internasional. Setelah konferensi, pemerintah mulai mengambil beberapa tindakan secara bertahap untuk melindungi penyu laut, seperti yang diringkas online oleh The Turtle Foundation (2002), yang dijelaskan bahwa:

1)      Keputusan Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/5/1978 tentang Status terlindung untuk jenis Penyu Belimbing

2)      Keputusan Menteri Pertanian No. 716/Kpts/-10/1980 tentang Status terlindung untuk jenis Penyu Sisik Semu and Penyu Tempayan

3)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Pasal 21 dan 40)

Setiap orang dilarang untuk:

·         Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan penyu yang dilindungi dalam keadaan hidup.

·         Mengeluarkan penyu yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.

·         Memperniagakan,        menyimpan, memiliki (atau mengeluarkan dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia) kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain penyu yang dilindungi atau barang- barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut.

·         Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang penyu yang dilindungi.

Pelanggar penyu atau telurnya dapat dikenakan sanksi hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah.

4)      Keputusan Menteri Kehutanan No. 882/Kpts/2/1996 tentang Status terlindung untuk jenis Penyu Pipih.

5)      Keputusan Menteri Kehutanan No. 771/Kpts/2/1996 tentang Status terlindung untuk jenis Penyu Sisik. Masa ini Indonesia adalah satu-satunya negeri di Dunia yang belum melindungi penyu Hijau.

6)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Semua jenis penyu laut, twemasuk penyu hijau di lindung di Indonesia. Mengirim atau mengangkut penyu di dalam atau di luar Indonesia harus mendapat izin dari Menteri.

7)      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Barang siapa mengambil penyu atau telur dari habitat alam tanpa izin dapat dihukum denda adminsitrasi sebanyak-banyaknya Rp. 40 juta dan/atau dihukum tidak diperbolehkan melakukan kegiatan.

Undang-undang Indonesia tersebut sering dianggap hanya cara untuk memuaskan kritik pemerhati lingkungan nasional dan internasional. Meskipun demikian jenis penyu yang paling sering diperdagangkan, yaitu Penyu Sisik dan Penyu Hijau, tidak dilindungi sampai tahun 1996 dan tahun 1999. Di tingkat internasional semua jenis penyu telah masuk dalam daftar Appendix 1 CITES pada tahun 1978 yang artinya perdagangan penyu secara internasional telah dilarang.

Pada tahun 1990, sebagai tanggapan atas kampanye Greenpeace “Slaughter in Paradise”, Pemerintah Daerah Bali membatasi pemanfaatan jenis penyu yang belum dilindungi untuk kepentingan adat dan agama maka penjualan barang-barang cinderamata dan masakan di hotel, restoran dan warung yang bahan bakunya dari penyu dilarang. Pada tahun 1991, jumlah penyu yang boleh dibawa ke Bali dibatasi resminya sebanyak 5000 per tahun, izin pemanfaatan penyu harus didapatkan dari BKSDA, dan Tanjung Benoa dijadikan satu- satunya pintu masuk perdagangan penyu. Namun, jumlah penyu yang diperdagangkan setelah tahun 1991 sangat melebihi kuota,  hanya 50 persen saja dari jumlah penyu yang dibawa ke Bali untuk kepentingan adat dan agama.

Pada tahun 2000 Pemerintah Daerah Bali mengeluarkan Surat Keputusan No. 243/2000, yang intinya pemanfaatan penyu di Bali mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 7/1999, yang mana dalam Peraturan Permerintah tersebut dinyatakan bahwa semua jenis penyu laut dilindungi. Lalu, pada tanggal 6 Juli tahun 2001, Wakil Gubernur Bali bertemu dengan masyarakat Tanjung Benoa dan setuju bahwa:

·         Pemakaian penyu diperizinkan hanya untuk upacara menghormati Dewa (disebut Dewa Yadnya) tetapi pemakaian penyu untuk upacara perkawinan, upacara potong gigi dan lain-lain (disebut Manusia Yadnya) harus dikurangi.

·         Jumlah yang benar diperlukan untuk upacara-upacara setahun harus dihitung secara persis kalau ingin mendapatkan surat penghargaan dari Menteri Kehutanan. Pada tanggal 1 Agustus tahun 2001, BKSDA Bali mengeluarkan aturan bagaimana cara surat penghargaan tersebut bisa didapatkan. Menurut aturan tersebut, pemohonan penyu harus dilampirkan kepada Menteri Kehutanan dan juga harus mendapat izin baik dari Kepala Desa Adat maupun Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) atau seorang pendeta yang akan melakukan upacara.

Namun, nelayan penyu yang akan berlayar membawa surat izin yang tak lain hanya di buat oleh Desa Adat Tanjung Benoa saja dimana dituliskan bahwa penyu ditangkap memang untuk upacara. Walaupun tidak ditanda tangani oleh PHDI atau BKSDA, surat itu dianggap sebagai surat izin yang syah jadi perdagangan diteruskan dengan perlindungan dari desa adat yang sangat kuat.

jadi, mari kita bersama-sama selamatkan dan lindungi populasi penyu dengan menunjukkan tanggung jawab kita sebagai manusia. Jaga kebersihan laut dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak berburu penyu, dan tidak dijadikan sebagai konsumsi, karena itu merupakan langkah yang dapat membawa perubahan besar dalam melindungi populasi penyu.


Ditulis Oleh: Keisha Alayya Balqis

Rabu, 28 Februari 2024

Ancaman Terhadap Telur Penyu

 

         Populasi penyu laut kian terancam, dan bahkan populasi penyu ini makin lama semakin menurun di alam. Diperkirakan pada saat ini lebih dari sekitar 7.700 ekor .Selain ancaman kepunahan penyu datang dari aktivitas manusia ternyata ancaman terhadap penyu yang berasal dari alampun sangat banyak. Erosi dan aberasi pantai adalah salah satu ancaman terhadap penyu terutama pada saat akan mendarat bertelur. Sedangkan ancaman alami lainnya datang dari biawak yang sering memakan telur penyu di pantai, dan kepiting yang sering memakan anak penyu (tukik). Bahkan setelah dewasapun penyu masih memiliki musuh alami yaitu pemangsa lainya seperti ikan hiu dan paus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila dari 100 butir telur penyu yang menetas menjadi tukik, hanya sekitar 2 ekor tukik saja yang dapat tumbuh menjadi dewasa dan kembali ke pantai tempatnya ditetaskan untuk bertelur. Namun ancaman terbesar berasal dari manusia dan kegiatan-kegiatannya, termasuk pengambilan penyu dan telur-telurnya untuk di konsumsi atau cinderamata, degradasi kualitas tempat bertelur, dan polusi. Dari kegiatan-kegiatan tersebut, pegambilan penyu dan telurnya untuk dikonsumsi merupakan ancaman terbesar. Persoalan yang dihadapi selama ini dihadapi adalah masih banyak masyarakat masih gemar memburu telur maupun penyunya untuk dikonsumsi. Meskipun sudah ada banyaknya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan memperjualbelikan telur penyu tampaknya belum memberikan efek jera bagi pelaku penjualan telur penyu yang di lindungi. Apabila masih ada pegadang yang kedapatan menjual telur penyu dan memiliki telur penyu dengan jumlah baik banyak maupun sedikit maka pihak BKSDA melaporkan temuan dari hasil penyidikan ke pihak berwajib yaitu Aparat Kepolisian, dan selanjutnya ditindaklanjuti ke jalur hukum yang berlaku di masyarakat dan negara. terhambatnya penegakan hukum karena banyak ketidak tahuan masyarakat maupun pedagang yang masih menjajakan telur penyu hingga saat ini tentang larangan penjualan telur penyu serta tindak kejahatan yang mereka sendiri tidak tahu bahwa apa yang mereka perbuat adalah suatu perbuatan melawan hukum, kurangnya pengetahuan serta peringatan-peringatan tentang larangan penjualan telur penyu inilah yang membuat pedagang masih saja menjual telur penyu tersebut.

Telur penyu dijual (Sumber:Imam Hanafi (https://kalsel.antaranews.com/berita/11000/telur-penyu-dijual-bebas), 2013)

          Masih banyaknya masyarakat yang hingga saat ini masih saja mempercayai mitos nenek moyang tentang khasiat dan manfaat mengkonsumsi telur penyu yang dipercaya bisa menyembuhkan beberapa penyakit dan juga stamina bagi yang mengkonsuminya. Hal ini lah yang membuat penjual telur penyu masih menjajakan telur dagangannya kepada konsumen serta masyarakat yang masih mempercayai mitos tersebut, sehingga keharmonisan akan pentingnya menjaga satwa yang dilindungi dengan peraturan dan kenyataan yang ada di masyarakat belum terlaksana dengan baik. Para penjual telur penyu juga masih tergiur akan keuntungan besar yang di dapatkan dari penjualan telur penyu tersebut, 1 Kotak telur penyu yang berisi 15 telur penjual bisa mendapatkan keuntungan 20-30 rb perkotak, pelaku penjualan telur penyu yang dilindungi ini juga mengambil kesempatan dari banyaknya permintaan telur penyu dari konsumen yang menkonsumsi telur tersebut, adanya faktor ekonomi sulit juga menjadi dampak dari masih maraknya penjualan talur penyu. Faktor budaya juga menjadi penghambat penegakan hukum terhadap penjual telur penyu, budaya mengkonsumsi telur penyu tak lepas dari mitos yang beredar di masyarakat dari turuntemurun mitos mengkonsumsi telur penyu dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti asma. Tampaknya daya tarik penyu sangat kuat, masyarakat mempercayai penyu yang hidup sampai ratusan tahun memunculkan berbagai asumsi bahwa ketika mengkonsumsi telurnya bisa membuat awet muda dan kulit menjadi halus dan sehat tidak cepat tua, rupanya telur penyu yang memiliki banyak protein dipercaya menyimpan segudang manfaat baik bagi manusia. Sebagian lainnya terutama bagi para lelaki penyu di percaya memiliki khasiat baik bagi kesehatan dan memberikan energi dan kekuatan bagi pria yang menkonsumsinya, sementara itu kajian ilmiah belum bisa menguatkan asumsi budaya masyarakat yang apabila mengkonsumsi telur penyu memiliki banyak kemanfaat bagi tubuh manusia apabila di konsumsi.

        Upaya konservasi yang dilakukan untuk melindungi telur penyu dari ancaman atau predator habitat alami yaitu dilakukan pembuatan sarang semi alami. Tujuan pembuatan sarang semi alami diantaranya untuk memudahkan pengontrolan, pengawasan, menghindari penetasan telur dari air laut saat pasang, dan menghindari gangguan predator alam dan manusia. Induk penyu tidak mengerami telur, setelah bertelur induk penyu akan segera meninggalkan telur- telurnya di pantai dan kembali ke laut untuk mencari makan (Lestari et al., 2019). Keberhasilan penetasan sarang semi alami memiliki daya tetas yang optimal yaitu mencapai 80%,Oleh karena itu perlu dipelajari aspek ekologi dan biologi lingkungan penetasan telur penyu untuk memperoleh hasil penetasan yang optimal. Faktor alam yang mempengaruhi penetasan adalah suhu, kelembaban, jenis pasir, dan kedalaman sarang (Lestari et. al., 2019). Selain itu, masa inkubasi juga memengaruhi keberhasilan tetas, morfologi dan fisiologi serta perilaku tukik yang dihasilkan (Samosir et al., 2018). Pantai peneluran penyu jika dikelola dengan baik maka dapat menjadi satu sumber peningkatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan (Yulita, M. Y. dan I Made Bayu A, 2018). Sebagai daerah yang selalu menjadi tempat peneluran penyu. diharapkan kedepannya dapat dijadikan tempat wisata yang berbasis ekowisata.

         Temperatur yang stabil sangat penting dalam proses penetasan telur penyu sisik, karena akan mempercepat periode inkubasi atau memperceat proses perkem bangan embrio di dalam sarang, untuk selanjutnya penetasan akan lebih cepat tercapai. Hal ini sesuai dengan penelitian Nuitja (1992), yang mendapatkan bahwa pada kedalaman lebih besar dari 35 dari permukaan pasir fluktuasi atau perbedaan temperaturnya benar-benar stabil, sehingga memungkinkan telur-telur penyu dapat menetas dalam persentase tinggi. Kondisi lingkungan yang mempenga ruhi persentase tetas adalah keadaan pasir. Pasir yang baik memiliki fraksi besar dan tidka padat, diduga memiliki porositas yang besar mengakibatkan sirkulasi udara yang baik. Sirkulasi udara yang baik akan memberikan oksigen yang banyak untuk proes metabolisme di dalam telur. Keadaan sepert ini juga ditemukan oleh Nuitja (1992), yaitu adanya sirkulasi udara yang baik akan memberikan perkembangan yang lebih cepat pada embrio dalam telur. Dari aspek vegetasi atau lingkungan. Vegetasi yang baik merupakan daerah yang memiliki jarak yang cukup jauh dengan pasang surut air laut, juga bebas dari gangguan predator lain. Faktor lainnya adalah masa inkubasi dan kedalaman sarang. Sebagaimana yang terlihat pada penelitian yang dilaporkan oleh Suryaningrat (1995), bahwa adanya pengaruh kedalaman sarang terhadap masa inkubasi dan persentase tetas telur penyu lekang (Lepidochelys olivaeae E.). Adanya telur yang hilang atau habis diduga karena adanya predator alami seperti biawak (Varanus salvator) yang merupakan faktor biotic yang menggali sarang dan memakan telur penyu.

Telur Penyu menetas( Sumber:Ardian Fanani (https://travel.detik.com), 2017)

         Faktor-faktor yang mempengaruhi telur dapat menetas dengan jumlah yang banyak maupun gagal menetas karena pengaruh pasir yang digunakan, pergantian pasir yang digunakan, dan kedalaman sarang semi alami tersebut. Menurut Limpus (1979), dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan penyu yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Itupun tidak memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan predator alaminya seperti kepiting, burung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik tersebut menyentuh perairan dalam. Setelah selesai masa bertelur induk akan kembali ke laut, masa pengeraman telur penyu adalah sekitar 45-60 hari dan suhu dalam sarang akan menentukan jenis kelamin dari tukik itu sendiri, jadi semakin rendah suhu yang berada dalam sarang tersebut, maka akan menghasilkan lebih banyak tukik jantan dan begitupun sebaliknya bila suhu sarang tersebut tinggi maka tukik yang banyak dihasilkan adalah berkelamin betina. Tukik yang baru menetas akan mencari jalan ke luar kepermukaan sarang selama 3-7 hari, kemudian tukik akan ke luar dari sarang pada saat malam hari karena suhu lebih dingin dan ancaman dari pemangsa sangat sedikit dan tukik akan langsung menuju ke lautan.


Ditulis oleh : Achmad Alfio Dalish Sumarouw, Dea Pusvitasari, Syiraaz Banafsaj Naca, Lilis Fauziah Agustin, Nanda Eka Prameswara, Indah Dwi Putri Kholipah, Nasya Aliya Anshari

Daftar Pustaka

Manurung, V. R., Barus, E. D. B., Nainggolan, Y. M., Silalahi, K. D., Rayanti, J. (2023).         Karakteristik Habitat Bertelur dan Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di Kawasan Konservasi Penyu Pantai Binasi. QUACOASTMARINE: J.Aquat.Fish.Sci, 2(1) 1–7.

Lasmi., Cahyaningtias. (2021). IDENTIFIKASI ANCAMAN DAN PERAN MASYARAKAT PESISIR TERHADAP KELESTARIAN PENYU DI PANTAI RIANGDUA KABUPATEN LEMBATA. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Muhammadiyah Kupang.

Nurhayati, A., Herawati, T., Nurruhwati, I., Riyantini, I. (2020). Tanggung Jawab Masyarakat Lokal pada Konservasi Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pesisir Selatan Jawa Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

Sumarmin, R., Helendra., Putra, A, E. (2020). DAYA TETAS TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata L.) PADA KEDALAMAN SARANG DAN STRATA TUMPUKAN TELUR BERBEDA. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang

Ario, R., Wibowo, E., Pratikto, I., Fajar, S. (2017). Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali. Departement Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.


Minggu, 28 Januari 2024

Ancaman-Ancaman Dalam Ekosistem Laut Bagi Kehidupan Penyu

 

72% permukaan bumi terdiri dari lautan, dimana terdapat ribuan hingga jutaan spesies hewan dan tumbuhan yang dapat memberikan manfaat kepada manusia, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Mulai dari krill kecil yang menjadi dasar rantai makanan hingga mamalia laut berukuran besar seperti paus, semua kehidupan di lautan saling berhubungan. Beberapa spesies merupakan predator, beberapa spesies lainnya merupakan mangsa, dan tak sedikit pula termasuk keduanya. Akan tetapi, keseimbangan harus tetap ada agar keberlangsungan ekosistem laut dapat berjalan dengan baik.

 

Demi menjaga keberlangsungan hidupnya, tiap jenis hewan dan tumbuhan memiliki sebuah strategi yang berbeda untuk mempertahankan diri di habitatnya. Misalnya suatu bakteri tertentu yang memanfaatkan tubuh cumi-cumi sebagai substrat agar dirinya mencapai kerapatan sel yang tinggi untuk memanfaatkan kemampuan bercahaya yang dimilikinya, sehingga cumi-cumi pun juga dapat menjadikan pancaran cahaya tersebut sebagai strategi bertahan hidup (Pringgenies D, 2012). Dari Kumparan.com yang melansir dari Animals Mom Me, beberapa strategi yang umum digunakan hewan untuk bertahan hidup antara lain mengandalkan ukuran tubuhnya, membentuk koloni, menggunakan cangkang sebagai rumah, semburan racun, melakukan persembunyian dengan menirukan tubuhnya menjadi benda-benda laut lainnya, dan masih banyak lagi.

 

Strategi pertahanan hidup yang telah dilakukan tidak akan menutup kemungkinan hewan tersebut tidak akan mati. Pola rantai makanan di laut akan terus berjalan sesuai alurnya agar keseimbangan ekosistem tidak terganggu atau bahkan terputus. Setiap jenis hewan memiliki peran dan predatornya masing-masing. hewan besar akan memangsa hewan-hewan kecil, dan seterusnya.

 

Pada dasarnya penyu laut adalah binatang soliter (penyendiri) yang menghabiskan waktu hidupnya dengan menyelam dan berenang yang membuat agak susah untuk dipelajari. Mereka sangat jarang berinteraksi antara satu dengan yang lain terkecuali untuk kawin.

Pada kesehariannya penyu laut dikenal banyak menghabiskan waktunya untuk makan dan istirahat (tidur). Pada musim bertelurnya terdapat salah satu dari tujuh jenis penyu di dunia yang memiliki pola teratur antara pantai peneluran dengan daerah karang di laut pada aktivitas kawin dan makan dari si penyu ini, yaitu Penyu Tempayan (Caretta caretta) yang hal ini berdasarkan hasil penelitian dari Amerika Serikat. Pada saat tidak memasuki musim kawin, penyu kemungkinan melakukan migrasi sejauh ratusan hingga ribuan mil jauhnya. Perilaku unik lainnya dari penyu ini ialah, mereka dapat tidur di permukaan air laut dan juga di dasar air laut, biasanya pada tukik ditemukan tidur ialah mengambang pada permukaan air, dengan flipper depan (tangan dayung) di naikan ke atas karapas mereka.

 

Ancaman yang dihadapi penyu laut sangat beragam di dalam ekosistem laut. Baik dari ancaman alami dan ancaman manusia. Ancaman alami yang mengganggu kehidupan penyu menurut Direktorat Konservasi Dan Taman Nasional Laut yaitu:

  1. Pemangsaan tukik, baik pada tukik yang baru keluar dari sarang (diantaranya oleh babi hutan, anjing liar, biawak dan burung elang) maupun pada tukik yang ada di laut (diantaranya oleh Ikan cucut).



Gambar Pemangsaan Tukik oleh Kepiting (Sumber: istockphoto.com (CMP1975, 2015))

  1. Pemangsaan penyu dewasa yang dilakukan oleh predator laut, seperti hiu dan paus orca.



Penyu Dewasa Dimangsa Hiu (Sumber: plimbi.com (2015))

  1. Penyakit, yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau karena pencemaran lingkungan perairan.



Penyu Terkena Penyakit Fibropapillomatosis (Sumber: YPI, 2019)

  1. Perubahan iklim, yang menyebabkan permukaan air laut naik yang mengakibatkan terjadinya erosi pantai peneluran dan berpengaruh pada perubahan daya tetas dan keseimbangan pada kelamin tukik.



Gambar Erosi/Abrasi Pantai (Sumber: news.okezone.com (2019))

Sedangkan ancaman yang disebabkan ulah manusia yang dapat mengganggu kehidupan penyu antara lain:

  1. Tertangkapnya penyu secara sengaja atau tidak disengaja dikarenakan aktivitas perikanan dengan alat tangkap yang beragam.



Penyu Terjerat Jaring Nelayan (Sumber: Rudi (https://ksdae.menlhk.go.id), 2019)

  1. Penangkapan penyu dewasa yang dimanfaatkan cangkang, yang digunakan sebagai aksesoris.



Penangkapan Penyu oleh Orang Tidak Bertanggung Jawab

(Sumber: Suriyani LD (https://mongabay.id ), 2017)

  1. Pengambilan telur penyu yang dimanfaatkan sebagai sumber protein.



Penyelundupan Telur Penyu (Sumber: Barada UW (https://ksdae.menlhk.go.id/), 2022)

  1. Pembangunan daerah pesisir, ancaman ini berdampak pada habitat peneluran penyu yang akan hilang dan rusak karena adanya pembangunan daerah di pesisir seperti pembangunan pelabuhan dan bandara, ataupun sarana-prasarana wisata pantai.



Bangunan Ilegal di Pesisir Pantai

(Sumber: Adhitya AA (https://megapolitan.antaranews.com/ ), 2018)

 

Kondisi ini semakin menurunkan populasi penyu laut di lingkungan asli mereka. Bila terus dibiarkan, keunikannya tidak akan tampak lagi. Permasalahan predator alami baik dari  predator daratan maupun predator lautan yang memangsa penyu, telur maupun tukiknya sangat sulit dihindari. Maka dari itu, kita dapat meminimalisasi hal tersebut yang bertujuan untuk menyelamatkan populasi penyu dari predator alam (Ridhwan, J. M. 2017).

 

            Kehidupan penyu saat ini terancam punah yang diakibatkan oleh faktor alami ataupun faktor manusia. Ada beberapa hal pula yang berdampak pada ancaman kehidupan penyu, yaitu pada hilangnya habitat tempat bertelur penyu, lalu pada sampah plastic, sampah alat tangkap ikan, tumpahan minyak dan berbagai macam sampah yang berdampak langsung terhadap penyu karena tertelan atau tersangkut, pada penurunan tingkat kekebalan tubuh pada penyu yang mudah terserang penyakit, termasuk penyakit Fibropapilloma, mortalitas yang tinggi akibat tertangkap tidak sengaja, rusaknya habitat dan perubahan jaring-jaring makanan, serta pada habitat peneluran penyu yang akan hilang dan rusak karena adanya pembangunan daerah di pesisir. Contohnya pada perubahan vegetasi dan adanya lalu lintas kendaraan di pantai (Parmi, H. J. 2020).

Ditulis oleh : Muhammad Raul Alfadri Aryyanto, Ahmad Ramadhan Nasution, Hanifah Rifqoh Putri S, Syifa Putri Azzahra, Aida Sayidatunnisa, Keisha Alayya Balqis, Galuh Maryana Putri