Hai sobat penyu Perkenalkan kami Kelompok Studi Penyu Laut "Chelonia" yang merupakan badan semi otonom di bawah Fakultas Biologi, Universitas Nasional. Kelompok studi ini bergerak di bidang konservasi penyu laut. Terima kasih sudah datang mengunjungi blog kami, semoga dapat menambah pengetahuan kalian tentang penyu laut dari hasil kegiatan kami. Have a good day!
Minggu, 16 Maret 2025
Minggu, 02 Maret 2025
Peran Masyarakat Lokal dalam Pelestarian Penyu
Wilayah
pesisir memiliki potensi pengembangan konservasi penyu hijau (Chelonia mydas).
Tiap tahunnya populasi spesies ini terus menurun, karena faktor alam maupun
faktor kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung maupun
tidak langsung, maka dari itu dikategorikan satwa langka dan dilindungi dalam Red Data Book International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN ) yang termasuk dalam
Appendix I CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species) (Seminoff, 2002). Penyu hijau (Chelonia mydas) termasuk spesies yang
dapat hidup dengan umur panjang namun memiliki masa reproduksi lambat sehingga
laju generasinya tidak sebanding dengan ancaman kepunahan (Mangunjaya, 2008).
Menurut
Cintami (2017) bahwa sumberdaya daerah pesisir terbagi menjadi dua yaitu yang
dapat diperbaharui (renewable resource)
terdiri atas hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut,
sumberdaya perikanan laut serta bahan-bahan bioaktif, sedangkan sumberdaya yang
tidak dapat pulih (non-renewable resource)
terdiri atas seluruh mineral dan geologi. Penyu merupakan hewan yang
berkembangbiak secara ovipar, dengan telur dibenamkan dalam pasir. Sarang
peneluran penyu seringkali dibuat di bawah naungan vegetasi pantai. Secara
biologi, kehadiran penyu ke suatu pantai dipengaruhi oleh kondisi sebaran
ekosistem dan komposisi vegetasi pantai (Marshellyna, 2015).
Untuk mencegah punahnya beberapa spesies organisme di laut, diperlukan upaya konservasi keanekaragaman hayati dalam rangka mengelola interaksi antar gen, spesies, dan ekosistem sehingga diperoleh keuntungan maksimum dan berkelanjutan. Kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup masyarakat umum, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi. Strategi konservasi sumber daya laut yang diterapkan di Indonesia mengacu kepada strategi konservasi sumber daya hayati internasional. Masyarakat pesisir yang banyak berhubungan langsung dengan laut adalah ujung tombak penerapan strategi konservasi tersebut (Nikijuluw, 2002).
Pelletier et al. pada tahun 2005 mengemukakan bahwa kinerja keberhasilan suatu kawasan konservasi dapat diukur dari tiga sudut pandang penting yakni ekologi, ekonomi dan sosial. Upaya untuk pelestarian dan penyelamatan penyu yang sejalan dengan pembangunan perekonomian masyarakat dapat dilakukan melalui pengembangan ekowisata berbasis konservasi penyu dan melibatkan masyarakat lokal. Kegiatan konservasi tidak dapat berjalan maksimal tanpa peran masyarakat. Peran aktif masyarakat sangat penting dalam menjaga kelestarian biota dan ekosistem perairan.
Peran aktif masyarakat yang
dilakukan untuk melindungi penyu yaitu dengan membangun hubungan kemitraan
dengan masyarakat setempat di antaranya dengan pelibatan masyarakat sekitar
kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta monitoring dan
evaluasi (Lasmi dan Cahyaningtias, 2021).Beberapa kegiatan teknis yang dapat
dilakukan oleh komunitas dan masyarakat meliputi: 1) Pemantauan penyu bertelur
dan penetasan telur secara alami, 2) Penangkaran (mulai dari kegiatan
pemindahan telur, penetasan semi alami, hingga pelepasan tukik), 3) Melakukan
monitoring atau pemantauan penyu (meliputi pemantauan terhadap telur dan sarang
telur, tukik dan penyu yang bertelur), 4) Pembinaan habitat (meliputi teknik
pembinaan habitat alami dan teknis pembinaan habitat semi alami), (5) melakukan
sosialisasi kepada masyarakat sekitar untuk menjaga kelestarian penyu dengan
tidak menangkap dan mengambil telur penyu (Lasmi dan Cahyaningtias, 2021).
Sumber Gambar: jogja sorot
Usaha perlindungan penyu terus dilakukan oleh Pemerintah maupun kelompok pemerhati lingkungan. Salah satunya adalah meningkatkan pengawasan terhadap habitat yang sesuai untuk lokasi peneluran dan pengawasan pada penangkapan penyu. Di Indonesia penyu telah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Kelangkaan penyu hijau ditentukan oleh faktor ancaman yang dihadapinya. penyu menggali sarang dan meletakkan telur-telurnya di sebuah pantai berpasir. Pantai berpasir tempat peneluran penyu merupakan inkubator serta memiliki suasana lingkungan yang sesuai bagi perkembangan embrio penyu. Iklim mikro yang sesuai untuk inkubasi telur penyu ditimbulkan dari adanya interaksi antara karakteristik material, penyusun pantai, iklim lokal dan telur-telur dalam sarang (Sugiono 2015).
Pelibatan
masyarakat lokal di daerah yang menjadi habitat penyu sangatlah krusial.
Bagaimanapun, mereka adalah orang-orang yang berinteraksi langsung dengan
habitat tersebut. Pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan tentang bagaimana
cara memantau dan melindungi tempat bertelurnya penyu dapat memberikan dampak
signifikan. Melalui pendanaan komunitas, seperti penggalangan dana, masyarakat
dapat memiliki dana khusus untuk kegiatan konservasi. Salah satu strategi
efektif lainnya adalah dengan membentuk kelompok konservasi masyarakat
(Sianipar et al., 2022).
Melalui
kelompok ini, masyarakat dapat mengorganisir diri untuk menjalankan kegiatan
pemantauan, melindungi lokasi peneluran, dan sekaligus menjadi advokat bagi
penyu di tengah-tengah komunitasnya. Kerjasama dengan LSM dan organisasi
lingkungan lainnya akan menambah kekuatan dan sumber daya untuk kelompok ini
(Suryawan & Lee, 2023).Ketika masyarakat memahami nilai dan pentingnya
penyu dalam ekosistem, serta memiliki kemampuan dan sumber daya untuk
melindungi mereka, langkah-langkah konservasi akan menjadi lebih efektif.
Strategi seperti pelibatan masyarakat lokal, pelatihan, ekoturisme berkelanjutan,
dan kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk nelayan dan
pemerintah daerah, menunjukkan potensi besar untuk memberikan perlindungan yang
lebih baik bagi penyu. Penerapan teknologi, seperti aplikasi mobile untuk
pemantauan, juga dapat meningkatkan efisiensi dalam melindungi penyu
(Suryawan dan Tehupeiory, 2023).
Ditulis Oleh : Amanda Jasmine, Farrel Sulthan Syauqi Rabbani, Ikhwal Yafi, dan Talitha Athaillah Sanjaya
DAFTAR PUSTAKA
Cintami,
P. T. (2017). Karakteristik Bio-Fisik Habitat Pantai Peneluran Terhadap Tingkat
Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Hijau (Chelonia Mydas) Di Pulau Penyu
Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat.
Lasmi
dan Cahyaningtias. (2021). Identifikasi Ancaman Dan Peran Masyarakat Pesisir
Terhadap Kelestarian Penyu Di Pantai Riangdua Kabupaten Lembata. Jurnal Bahari
Papadak, Volume 2 Nomor 2.
Mangunjaya,
F. (2008). Menyelamatkan penyu Indonesia. Tropika Indonesia. Musim Panen 12
(2):8-12
Marshellyna,
F. T. (2015). Karakteristik Kondisi Bio-Fisik Pantai Tempat Peneluran Penyu di
Pulau Mangkai Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau.
Nikijuluw, V.P.H. (2002). Rezim
pengelolaan sumberdaya perikanan. Jakarta: Kerja Sama Pusat Pemberdayaan dan
Pembangunan Regional (P3R) dengan PT Pustaka Cidesindo.
Pelletier,
D., Garcia-Charton, J.A., Ferraris, J., David, G., Thebaud, O., Letourneur, Y.,
Claudet, J., Amand, M., Kulbicki, M., Galzin, R. (2005). Designing indicators
of assessing the effects of marine protected areas on coral reef ecosystems: A
multidisciplinary standpoint. Aquatic Living Resources, 18, 15-33.
Seminoff,
J. A. (2002). Marine Turtle Specialist Global Green Turtle (Chelonia mydas)
assessment for the IUCN Red List Programme. Laporan untuk Species Survival
Commission, Gland, Switzerland.
Sianipar,
I., Tehupeiory, A., Maya, A., Anh huy, H. L., Tuan, H. Q., & Suryawan, I.
W. K. (2022). Human Ecosystem Approach to The Dynamics of Sustainable
Development in Komodo National Park, Indonesia. Journal of Government and Civil
Society, 6, 183–320.
Sugiyono. 2015.
Metode Penelitian Pendidikan.
Alfabeta: Bandung. 311-312.
Suryawan,
I. W. K., & Lee, C.-H. (2023). Citizens’ willingness to pay for adaptive
municipal solid waste management services in Jakarta, Indonesia. Sustainable
Cities and Society, 97.
Penyu sebagai Penjaga Ekosistem yang Terancam
Sumber: Animalium.id
Penyu merupakan salah satu hewan reptil yang dapat bermigrasi jarak jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudera Pasifik dan Asia Tenggara. Tujuan migrasi penyu adalah untuk kawin, mencari lokasi bertelur (breeding ground) maupun untuk mencari makan (Akira et al., 2012). Penyu memiliki peran penting dalam memelihara keseimbangan ekosistem laut mulai dari memelihara ekosistem terumbu karang produktif hingga mentransfer nutrien-nutrien penting yang berasal dari lautan menuju pesisir pantai (Kurniarum et al., 2015). Namun, berbagai ancaman telah meningkatkan risiko kepunahan bagi makhluk-makhluk yang indah dan penting ini. Meski telah ada peraturan yang melarang perburuan dan konsumsi penyu, masih ada individu yang mengabaikannya, termotivasi oleh kepercayaan tradisional mengenai khasiat daging dan telur penyu (Poti et al., 2021). Perburuan ini, baik untuk konsumsi maupun untuk dijual di pasar gelap, telah menyebabkan penurunan signifikan dalam populasi penyu (Schneider et al., 2011).
Perairan laut Indonesia merupakan
habitat enam jenis penyu dari tujuh jenis yang ada di dunia, dimana semua jenis
penyu masuk ke dalam red list di IUCN (International Union for Conservation of
Nature and Natural Resources) dan Appendiks I CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang berarti
bahwa keberadaannya di alam telah terancam punah, sehingga segala bentuk
pemanfaatan dan peredarannya harus dikendalikan (Hartati et al., 2014). Oleh
karena itu Pemerintah Indonesia membuat kebijakan semua jenis penyu di
Indonesia dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan
dan Satwa Liar yang berarti segala perdagangan dalam keadaan hidup atau mati
dilarang. Hal ini karena hampir semua spesies penyu yang ada di Indonesia telah
mengalami penurunan populasi sehingga dikategorikan terancam punah (Firliansyah
et al., 2017).
Penyu memiliki peran penting yakni memelihara keseimbangan ekosistem laut mulai dari memelihara ekosistem terumbu karang produktif hingga mentransfer nutrien-nutrien penting yang berasal dari lautan menuju pesisir pantai. Penyu dapat dikatakan hewan reptil purba yang kehidupannya rentan akan gangguan seperti pergeseran fungsi lahan yang menyebabkan kerusakan habitat pantai dan ruaya pakan, kematian penyu akibat kegiatan perikanan, pengelolaan teknik-teknik konservasi yang tidak memadai, perubahan iklim, penyakit, pengambilan penyu dan telurnya serta ancaman predator merupakan faktor-faktor penyebab penurunan populasi penyu (Samanya, 2017). Manusia telah mengubah bentang Bumi secara dramatis sehingga sebanyak satu juta spesies tumbuhan dan hewan kini terancam punah, menimbulkan ancaman mengerikan bagi ekosistem yang menjadi sandaran hidup manusia di seluruh dunia (Ahmad, 2023).
Pemanasan global menjadi bahan bakar utama dalam menekan penurunan jumlah satwa liar, dengan meningkatkan iklim global di mana banyak mamalia, burung, serangga, ikan, dan tumbuhan berevolusi untuk bertahan hidup. Ketika digabungkan dengan cara lain manusia merusak lingkungan, perubahan iklim mendorong semakin banyak spesies mendekati kepunahan (Ahmad, 2023). Laut mendominasi pembentukan pola cuaca global dan krisis iklim telah menyebabkan perubahan besar dan merusak pola tersebut. Lebih dari 90% kelebihan panas yang terperangkap di atmosfer akan diserap di lautan. Lautan yang lebih panas akan mendorong cuaca ekstrem serta membahayakan kota-kota pesisir (Ahmad, 2023).
Upaya konservasi penyu di Indonesia
telah diatur melalui UU No. 27 Tahun
2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP
No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis-Jenis Tumbuhan dan Satwa yang
dilindungi. Salah satu upaya mengejawantahkan amanat dari Undang-Undang dan
peraturan tersebut adalah dengan membangun stasiun-stasiun pembinaan dan
pelestarian penyu di berbagai wilayah di Indonesia (Ahmad, 2023). Di Indonesia,
beberapa daerah telah berhasil menerapkan prinsip ekoturisme berkelanjutan
dalam upaya konservasi penyu. Sebagai contoh, Bali Sea Turtle Society (BSTS) di
Kuta, Bali, bekerja sama dengan komunitas lokal untuk melindungi sarang penyu
dari ancaman predator dan aktivitas manusia. Program ini melibatkan wisatawan
dalam pelepasan tukik yang telah ditetaskan di pusat konservasi, memberikan
pengalaman edukatif yang mendalam. mengungkapkan bahwa program semacam ini
berhasil meningkatkan populasi penyu lokal, sekaligus memberikan keuntungan ekonomi
bagi masyarakat sekitar. (Uskono, 2022)
Lombok juga merupakan contoh sukses lainnya seperti yang dilakukan di Desa Malaka Kabupaten Lombok Utara. Dengan melakukan peningkatan kesadartahuan masyarakat terhadap hutan pantai melalui kegiatan penyuluhan. Kegiatan penyuluhan dilakukan dengan pendekatan partisipatif menggunakan metode FGD. bertujuan untuk mengatur sistem keruangan di dalam suatu kawasan, sehingga tujuan dari kawasan tersebut dapat tercapai dengan baik. Menurut peraturan Menteri Kehutanan No. P. 56/Menhut-II/2006, tujuan zonasi adalah untuk menciptakan pola pengelolaan yang efektif dan optimal sesuai dengan kondisi dan fungsinya. Pembagian zona dalam suatu kawasan dapat dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. (Syaputra, 2022)
Ditulis oleh: Amanda Jasmine, Farrel Sulthan Syauqi Rabbani, Ikhwal Yafi, dan Talitha Athaillah Sanjaya
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, F. 2023. Penyu yang Terancam.
https://lautsehat.id/flora-fauna/reza/penyu-yang-terancam/
Uskono, F. O. Y., & Sastrawan,
I. G. A. (2022). Pengelolaan Konservasi Penyu Sebagai Daya Tarik Wisata di
Pantai Kuta. Jurnal Destinasi Pariwisata, 10(1), 147-150.
Syaputra, M., Wulandari, F. T.,
Wahyuningsih, E., & Anwar, H. (2022). Peningkatan Kesadartahuan Terhadap
Hutan Pantai Nipah Sebagai Habitat Penyu di Desa Malaka Kabupaten Lombok Utara.
Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 5(4), 452-456.
Nilai Tradisional dan Pelestarian Modern dalam Konservasi Penyu Laut
DAFTAR PUSTAKA
Ario, V., Wibowo, E., Pratikto, I., & Fajar, S. (2016). Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali. Jurnal Kelautan Tropis, 19(1), 60-66.
Dermawan, A., Nuitja, I. N. S., Soedharma, D., Halim, M. H., Kusrini, M. D., Lubis, S. B., ... & Mashar, A. (2009). Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu.
Lapadi, I., Widiastuti, N.-, Saleh, F. I. E., Mudjirahayu, M., Pranata, B., Pattiasina, T. F., Manangkalangi, E., & Sabariah, V. (2023). Peningkatan fasilitas penangkaran penyu melalui pembuatan bak penangkaran, pondok wisata, dan media penyuluhan di Kampung Meinyumfoka Kabupaten Manokwari. IGKOJEI: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 4(2), 104–111.
Hermino, T. Z. A., Parawangsa, N. Y., Sari, L. T., Arsad, S., (2021). Efektifitas Pengelolaan Konservasi Penyu di Turtle Conservation and Education Center Serangan, Denpasar Bali. Journal of Marine and Coastal Science, 10 (1), 18-34
Tambunan, M. A., Wiryono, & Senoaji, G. (2021). UPACARA ADAT YANG MEMANFAATKAN PENYU DAN KEBUTUHAN DAGING PENYU UNTUK PESTA PERNIKAHAN OLEH MASYARAKAT PULAU ENGGANO. Journal of Global Forest and Environmental Science, 1(1), 29-39.
Yusra, A., Fisesa, A., Fachrizal, A., & Susanto, H. (2022). Penyu Dan Paloh Perjalanan Konservasi di Ekor Borneo. Yayasan WWF Indonesia.
Inovasi Terkini untuk Pelestarian Habitat dan Konservasi Penyu
Pelestarian adalah suatu upaya dalam melakukan penjagaan untuk melindungi, dan juga dapat mengembangkan habitat untuk meminimalisir kepunahan dan terus bertahan sebagaimana aslinya. Penyu Hijau (Chelonia mydas) termasuk hewan yang dilindungi dengan kategori Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species), sehingga semua jenis penggunaan dan peredarannya harus mendapatkan pertimbangan yang sungguh-sungguh (Direktorat Konservasi Dan Taman Nasional Laut, 2009). Pedoman yang diidentikkan dengan pelestarian penyu merupakan makhluk terancam punah dan dijamin oleh otoritas publik melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Sulaiman et al., 2011). Fungsi penyu dalam sistem biologis sangat penting, termasuk menjaga ketergantungan wilayah lamun dan membawa suplemen di perairan, termasuk mendukung kelimpahan berbagai jenis ikan yang merupakan sumber protein bagi manusia (Sudrajat, et al,. 2020).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ancaman kepunahan penyu laut yaitu dari adanya perburuan dan perdagangan ilegal, perubahan iklim, pencemaran dan penyakit, pembangunan daerah pesisir serta kurangnya penegakan hukum yang membuat kehidupan ancaman penyu marak terjadi (Parmi, 2020).
Inovasi terkini dalam pelestarian habitat dan konservasi penyu ini melibatkan berbagai pendekatan untuk meningkatkan efektivitas upaya pelestarian. Upaya konservasi yang akan dilakukan berkaitan dengan pemeliharaan dan pelestarian yaitu dengan melakukan strategi konservasi. misalnya dengan analisis efektivitas konservasi penyu yang dilihat dari kegiatan pengelolaan dan indikator efektivitas kegiatan yang dilakukan. Indikator efektivitas kegiatan konservasi penyu dilihat berdasarkan adanya delapan kegiatan yaitu monitoring pantai, asal telur, keberhasilan penetasan, fasilitas pembesaran, pelepasliaran tukik (lokasi dan waktu), pembesaran penyu, aktivitas pengunjung, dan adanya souvenir dari bahan baku penyu (Firliansyah et al., 2017). Serta dengan menggunakan teknik inkubasi buatan, sedangkan yang berkaitan dengan pemanfaatan hanya sebatas penelitian dan ekowisata saja (Rohi et al., 2020).
Berdasarkan Times Indonesia, 2024 inovasi terkini yang membantu dalam pelestarian habitat dan konservasi penyu yaitu: Intan box, dimana intan box merupakan ciptaan dari Banyuwangi Sea Turtle Foundation (BSTF), Intan Box adalah inkubator buatan yang meningkatkan tingkat keberhasilan penetasan telur penyu. Teknologi pengaturan suhu dan kelembaban yang presisi memungkinkan peneliti untuk mengontrol jenis kelamin tukik yang akan menetas, sehingga membantu menjaga keseimbangan gender dalam populasi penyu. Selain itu, BSTF juga menggunakan alat data logger untuk memantau kondisi sarang, suhu, pH, dan kelembapan, sehingga dapat mengatur kondisi optimal untuk penetasan telur penyu.
Gambar Intan box (Sumber: Times Indonesia, 2024)
Inovasi terkini dalam pelestarian habitat dan konservasi penyu laut melibatkan berbagai teknologi dan pendekatan yang berfokus pada pemantauan, perlindungan, dan pengelolaan ekosistem. terdapat beberapa yang sedang diterapkan menurut Restorasi Ekosistem Riau, 2024 yaitu: Pemantauan berbasis teknologi. Dimana novasi digital, termasuk penggunaan GPS dan satelit, memungkinkan ilmuwan untuk memantau pergerakan penyu dan habitatnya dengan lebih efisien. Dengan teknologi ini, para peneliti dapat mengidentifikasi area kritis yang perlu dilindungi serta mempelajari pola migrasi penyu secara real-time. Selain itu, Penggunaan drone dalam konservasi memberikan kemampuan untuk memantau area yang luas dengan cepat, mendeteksi aktivitas ilegal seperti perburuan atau pencurian telur penyu, serta melakukan survei habitat secara efektif.
Inovasi tidak hanya berhubungan dengan teknologi, tetapi juga meliputi aspek pendidikan dan peningkatan kesadaran. Program pendidikan dan kampanye kesadaran berperan dalam mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya keanekaragaman hayati serta cara-cara untuk melindunginya. Dengan pemahaman yang lebih mendalam, individu dapat melakukan tindakan yang lebih berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari mereka (Rafi, 2023).
Ditulis Oleh : Aida Sayidatunnisa, Hanifah Rifqoh Putri Sanjaya, Syifa Putri Azzahra, dan Keisha Alayya Balqis
DAFTAR PUSTAKA
Firliansyah, E., Kusrini, M. D., & Sunkar, A. (2017). Pemanfaatan dan Efektivitas Kegiatan Penangkaran Penyu di Bali bagi Konservasi Penyu. Journal of Tropical Biodiversity and Biotechnology, 2, 21-27.
Parmi, H. J. (2020). Upacara Adat Dan Konservasi Penyu Di Kuta Dan Tanjung Benoa, Bali. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, 4(3), 620-626.
Rafi Brilliyanto. (2023). Inovasi dalam Meningkatkan Keanekaragaman Hayati. Inovasi dalam Meningkatkan Keanekaragaman Hayati. Diakses pada 31 Oktober 2024.
Restorasi Ekosistem Riau. (2024,). Peran inovasi digital dalam pelestarian satwaliar. Rekoforest. https://www.rekoforest.org/id/warta-lapangan/peran-inovasi-digital-dalam-pelestarian-satwa-liar/. Diakses pada 31 Oktober 2024
Rohi, C. A., Dima, A. O., & Meye, E. D. (2020). STRATEGI KONSERVASI POPULASI ALAMI PENYU LEKANG (Lepidochelys olivace ) DI PANTAI SOSADALE DESA SIOMEDA KABUPATEN ROTE NDAO PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Jurnal Biotropikal Sains, 17(1), 45-54.
Sudrajat, I., Ernaningsih, D., Patanda, M. (2020). STRATEGI PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI SUAKA MARGASATWA SINDANGKERTA, TASIKMALAYA. Jurnal Ilmiah satya Minabahari, 08(02), 43-55
Times Indonesia. (2024). Dari Banyuwangi untuk dunia: Intan Box selamatkan penyu dari kepunahan. Times Indonesia. https://timesindonesia.co.id/gaya-hidup/508545/dari-banyuwangi-untuk-dunia-intan-box-selamatkan-penyu-dari-kepunahan?form=MG0AV3. Diakses pada 31 Oktober 2024.
INISIATIF GLOBAL UNTUK MENYELAMATKAN PENYU DARI KEPUNAHAN
Penyu laut telah ada selama lebih dari
satu abad. Namun mereka sedang menghadapi ancaman
besar yang dapat menghancurkan mereka. Perburuan, pencemaran laut, hilangnya tempat untuk bertelur, dan perubahan iklim adalah
semua tindakan manusia
yang memperburuk keadaan
populasi penyu. Banyak kampanye global telah diluncurkan untuk mencegah kepunahan penyu sebagai tanggapan terhadap
ancaman ini. Di seluruh dunia, pemerintah, organisasi
non-pemerintah, ilmuwan, dan masyarakat lokal bekerja sama untuk mencapai tujuan
ini.
Terdapat solusi dari ancaman
kepunahan penyu salah satunya yaitu pembuatan konservasi. Konservasi sebagai penghambat
laju kerusakan habitat dan kehilangan spesies
lebih banyak. Menurut IUCN dalam Harahap (2015), bahwa konservasi adalah
luas daratan dan laut yang digunakan
untuk perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati, dan sumber daya alam yang terhubung
dengan budaya yang terkait serta
dikelola melalui penerapan
hukum atau dengan cara efektif lainnya. Konservasi penyu di dunia
ditetapkan oleh Union for Conservation of Nature (IUCN) yang
merupakan Lembaga internasional untuk konservasi alam (satwa maupun
tumbuhan) dan pembangunan berkelanjutan (Nasution dan Hairul, 2021).
Konservasi penyu merupakan upaya untuk pemeliharaan dan perlindungan penyu dari ancaman kepunahan. Konservasi penyu yang melibatkan masyarakat dalam penguatannya dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman kepunahan penyu. Diharapkan dari adanya pendekatan itu manusia tidak lagi memburu penyu untuk kepentingan pribadi, kelompok maupun untuk konvensional. Sebaiknya informasi mengenai kepunahan penyu dan konservasi penyu lebih disebar luaskan agar seluruh masyarakat mengetahui bahwa keadaan lingkungan penyu yang buruk karena perilaku manusia dan dengan adanya konservasi diharapkan masyarakat dapat mengetahui manfaat dari konservasi penyu laut itu sendiri.
Berikut ini merupakan lembaga konservasi yang melindungi satwa liar di dunia
1. Konvensi Internasional Perdagangan Satwa Liar yang Terancam
Punah (CITES)
Convention
on International Trade in Endangered Species (CITES)
adalah perjanjian internasional yang bertujuan untuk memastikan bahwa perdagangan internasional spesies tumbuhan dan hewan
liar tidak mengancam kelangsungan hidup mereka.
Appendix I CITES mencakup semua spesies penyu laut, dan perdagangan internasional produk penyu, seperti
karapas penyu sisik, dilarang keras. CITES (CITES,
2023) berfungsi sebagai alat legislatif penting untuk menghentikan
perdagangan dan perburuan ilegal
penyu laut dan produknya di seluruh
dunia (CITES, 2023).
2.
Inisiatif Konservasi Terpadu World Wildlife Fund (WWF)
Salah satu organisasi konservasi
terbesar di dunia, WWF memiliki program konservasi penyu laut di lebih dari 50 negara.
Inisiatif WWF mencakup
pemantauan
populasi penyu, perlindungan habitat bersarang, mendorong kebijakan yang mengurangi pencemaran plastik di lautan, dan kampanye untuk mengurangi penggunaan produk yang terbuat dari penyu. WWF juga bekerja sama dengan komunitas lokal untuk melindungi sarang penyu dan mendukung ekowisata yang berbasis konservasi (WWF, 2022).
3.
Sea Turtle Conservation (STC)
Organisasi ini merupakan salah satu
organisasi non-pemerintah tertua yang berkomitmen
untuk melindungi penyu laut adalah Sea
Turtle Conservancy (STC). Salah
satu program utamanya adalah "Turtle
Walk" yang memungkinkan masyarakat untuk
melihat dan melindungi penyu saat musim bertelur. STC juga menggunakan teknologi satelit untuk melakukan
penelitian tentang migrasi penyu; teknologi ini membantu memantau rute migrasi dan lokasi
makan penyu di laut, yang membuat penelitian ini sangat penting
untuk menentukan area perlindungan maritim
yang efektif (Sea Turtle Conservancy, 2023).
Dengan mengurangi kerusakan habitat dan
mengurangi kehilangan spesies, konservasi memiliki
peran penting dalam melindungi keanekaragaman hayati secara menyeluruh serta partisipasi masyarakat dalam program
konservasi juga penting
unruk meningkatkan kesadaran pada ancaman yang dihadapi penyu dan pentingnya melindungi
spesies tersebut.
Organisasi internasional seperti CITES, WWF, dan STC telah memainkan peran penting
dalam melindungi penyu melalui program konservasi yang komprehensif. Program- program ini berfokus pada perlindungan
habitat, pelarangan perdagangan ilegal, pengurangan pencemaran plastik, dan penelitian ilmiah yang memanfaatkan teknologi untuk melacak
migrasi penyu. Dengan dukungan masyarakat internasional, upaya
konservasi penyu dapat terus berkembang
dan diharapkan dapat mencegah kepunahan.
DAFTAR
PUSTAKA
CITES. (2023). Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. https://www.cites.org Diakses pada 28 September
2024.
Sea Turtle Conservancy. (2023). Sea Turtle Conservancy Programs. https://conserveturtles.org Diakses
pada 28 September 2024.
Tambunan
et al.2021. Upacara Adat yang Memanfaatkan Penyu dan Kebutuhan Daging Penyu untuk Pesta Pernikahan oleh Masyarakat Pulau Enggano. Journal
of Global Forest
and Environmental Science.
Vol.1 (1).
Nasution, E.D dan Hairul Fatah.2021.Rapid Survei Keanekaragaman Hayati
Status Konservasi Permen LHK (P.106/2018) dan
IUCN
di Areal Nilai Konservasi Tinggi Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal AGRIFOR. Vol.20(1).
WWF.
(2022). Turtle Conservation Projects. World Wildlife Fund.
https://www.worldwildlife.org Diakses pada 28 September 2024