Minggu, 02 Maret 2025

Peran Masyarakat Lokal dalam Pelestarian Penyu


            Wilayah pesisir memiliki potensi pengembangan konservasi penyu hijau (Chelonia mydas). Tiap tahunnya populasi spesies ini terus menurun, karena faktor alam maupun faktor kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung maupun tidak langsung, maka dari itu dikategorikan satwa langka dan dilindungi dalam Red Data Book International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN ) yang termasuk dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) (Seminoff, 2002). Penyu hijau (Chelonia mydas) termasuk spesies yang dapat hidup dengan umur panjang namun memiliki masa reproduksi lambat sehingga laju generasinya tidak sebanding dengan ancaman kepunahan (Mangunjaya, 2008).


            Menurut Cintami (2017) bahwa sumberdaya daerah pesisir terbagi menjadi dua yaitu yang dapat diperbaharui (renewable resource) terdiri atas hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, sumberdaya perikanan laut serta bahan-bahan bioaktif, sedangkan sumberdaya yang tidak dapat pulih (non-renewable resource) terdiri atas seluruh mineral dan geologi. Penyu merupakan hewan yang berkembangbiak secara ovipar, dengan telur dibenamkan dalam pasir. Sarang peneluran penyu seringkali dibuat di bawah naungan vegetasi pantai. Secara biologi, kehadiran penyu ke suatu pantai dipengaruhi oleh kondisi sebaran ekosistem dan komposisi vegetasi pantai (Marshellyna, 2015).


            Untuk mencegah punahnya beberapa spesies organisme di laut, diperlukan upaya konservasi keanekaragaman hayati dalam rangka mengelola interaksi antar gen, spesies, dan ekosistem sehingga diperoleh keuntungan maksimum dan berkelanjutan. Kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup masyarakat umum, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi. Strategi konservasi sumber daya laut yang diterapkan di Indonesia mengacu kepada strategi konservasi sumber daya hayati internasional. Masyarakat pesisir yang banyak berhubungan langsung dengan laut adalah ujung tombak penerapan strategi konservasi tersebut (Nikijuluw, 2002).

    Pelletier et al. pada tahun 2005 mengemukakan bahwa kinerja keberhasilan suatu kawasan konservasi dapat diukur dari tiga sudut pandang penting yakni ekologi, ekonomi dan sosial. Upaya untuk pelestarian dan penyelamatan penyu yang sejalan dengan pembangunan perekonomian masyarakat dapat dilakukan melalui pengembangan ekowisata berbasis konservasi penyu dan melibatkan masyarakat lokal. Kegiatan konservasi tidak dapat berjalan maksimal tanpa peran masyarakat. Peran aktif masyarakat sangat penting dalam menjaga kelestarian biota dan ekosistem perairan.

            Peran aktif masyarakat yang dilakukan untuk melindungi penyu yaitu dengan membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat di antaranya dengan pelibatan masyarakat sekitar kawasan sejak proses perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi (Lasmi dan Cahyaningtias, 2021).Beberapa kegiatan teknis yang dapat dilakukan oleh komunitas dan masyarakat meliputi: 1) Pemantauan penyu bertelur dan penetasan telur secara alami, 2) Penangkaran (mulai dari kegiatan pemindahan telur, penetasan semi alami, hingga pelepasan tukik), 3) Melakukan monitoring atau pemantauan penyu (meliputi pemantauan terhadap telur dan sarang telur, tukik dan penyu yang bertelur), 4) Pembinaan habitat (meliputi teknik pembinaan habitat alami dan teknis pembinaan habitat semi alami), (5) melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar untuk menjaga kelestarian penyu dengan tidak menangkap dan mengambil telur penyu (Lasmi dan Cahyaningtias, 2021).

 

Sumber Gambar: jogja sorot


         Usaha perlindungan penyu terus dilakukan oleh Pemerintah maupun kelompok pemerhati lingkungan. Salah satunya adalah meningkatkan pengawasan terhadap habitat yang sesuai untuk lokasi peneluran dan pengawasan pada penangkapan penyu. Di Indonesia penyu telah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Kelangkaan penyu hijau ditentukan oleh faktor ancaman yang dihadapinya. penyu menggali sarang dan meletakkan telur-telurnya di sebuah pantai berpasir. Pantai berpasir tempat peneluran penyu merupakan inkubator serta memiliki suasana lingkungan yang sesuai bagi perkembangan embrio penyu. Iklim mikro yang sesuai untuk inkubasi telur penyu ditimbulkan dari adanya interaksi antara karakteristik material, penyusun pantai, iklim lokal dan telur-telur dalam sarang (Sugiono 2015).


            Pelibatan masyarakat lokal di daerah yang menjadi habitat penyu sangatlah krusial. Bagaimanapun, mereka adalah orang-orang yang berinteraksi langsung dengan habitat tersebut. Pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan tentang bagaimana cara memantau dan melindungi tempat bertelurnya penyu dapat memberikan dampak signifikan. Melalui pendanaan komunitas, seperti penggalangan dana, masyarakat dapat memiliki dana khusus untuk kegiatan konservasi. Salah satu strategi efektif lainnya adalah dengan membentuk kelompok konservasi masyarakat (Sianipar et al., 2022).


            Melalui kelompok ini, masyarakat dapat mengorganisir diri untuk menjalankan kegiatan pemantauan, melindungi lokasi peneluran, dan sekaligus menjadi advokat bagi penyu di tengah-tengah komunitasnya. Kerjasama dengan LSM dan organisasi lingkungan lainnya akan menambah kekuatan dan sumber daya untuk kelompok ini (Suryawan & Lee, 2023).Ketika masyarakat memahami nilai dan pentingnya penyu dalam ekosistem, serta memiliki kemampuan dan sumber daya untuk melindungi mereka, langkah-langkah konservasi akan menjadi lebih efektif. Strategi seperti pelibatan masyarakat lokal, pelatihan, ekoturisme berkelanjutan, dan kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk nelayan dan pemerintah daerah, menunjukkan potensi besar untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi penyu. Penerapan teknologi, seperti aplikasi mobile untuk pemantauan, juga dapat meningkatkan efisiensi dalam melindungi penyu (Suryawan  dan Tehupeiory, 2023).

 

Ditulis Oleh : Amanda Jasmine, Farrel Sulthan Syauqi Rabbani, Ikhwal Yafi, dan Talitha Athaillah Sanjaya


 

 DAFTAR PUSTAKA

Cintami, P. T. (2017). Karakteristik Bio-Fisik Habitat Pantai Peneluran Terhadap Tingkat Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Hijau (Chelonia Mydas) Di Pulau Penyu Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat.

Lasmi dan Cahyaningtias. (2021). Identifikasi Ancaman Dan Peran Masyarakat Pesisir Terhadap Kelestarian Penyu Di Pantai Riangdua Kabupaten Lembata. Jurnal Bahari Papadak,  Volume 2 Nomor 2.

Mangunjaya, F. (2008). Menyelamatkan penyu Indonesia. Tropika Indonesia. Musim Panen 12 (2):8-12

Marshellyna, F. T. (2015). Karakteristik Kondisi Bio-Fisik Pantai Tempat Peneluran Penyu di Pulau Mangkai Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau.

Nikijuluw, V.P.H. (2002). Rezim pengelolaan sumberdaya perikanan. Jakarta: Kerja Sama Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R) dengan PT Pustaka Cidesindo.

Pelletier, D., Garcia-Charton, J.A., Ferraris, J., David, G., Thebaud, O., Letourneur, Y., Claudet, J., Amand, M., Kulbicki, M., Galzin, R. (2005). Designing indicators of assessing the effects of marine protected areas on coral reef ecosystems: A multidisciplinary standpoint. Aquatic Living Resources, 18, 15-33.

Seminoff, J. A. (2002). Marine Turtle Specialist Global Green Turtle (Chelonia mydas) assessment for the IUCN Red List Programme. Laporan untuk Species Survival Commission, Gland, Switzerland.

Sianipar, I., Tehupeiory, A., Maya, A., Anh huy, H. L., Tuan, H. Q., & Suryawan, I. W. K. (2022). Human Ecosystem Approach to The Dynamics of Sustainable Development in Komodo National Park, Indonesia. Journal of Government and Civil Society, 6, 183–320.

Sugiyono.  2015.  Metode  Penelitian  Pendidikan.  Alfabeta: Bandung. 311-312.

Suryawan, I. W. K., & Lee, C.-H. (2023). Citizens’ willingness to pay for adaptive municipal solid waste management services in Jakarta, Indonesia. Sustainable Cities and Society, 97.

Penyu sebagai Penjaga Ekosistem yang Terancam


 

Sumber: Animalium.id

 

            Penyu merupakan salah satu hewan reptil yang dapat bermigrasi jarak jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudera Pasifik dan Asia Tenggara. Tujuan migrasi penyu adalah untuk kawin, mencari lokasi bertelur (breeding ground) maupun untuk mencari makan (Akira et al., 2012). Penyu memiliki peran penting dalam memelihara keseimbangan ekosistem laut mulai dari memelihara ekosistem terumbu karang produktif hingga mentransfer nutrien-nutrien penting yang berasal dari lautan menuju pesisir pantai (Kurniarum et al., 2015). Namun, berbagai ancaman telah meningkatkan risiko kepunahan bagi makhluk-makhluk yang indah dan penting ini. Meski telah ada peraturan yang melarang perburuan dan konsumsi penyu, masih ada individu yang mengabaikannya, termotivasi oleh kepercayaan tradisional mengenai khasiat daging dan telur penyu (Poti et al., 2021). Perburuan ini, baik untuk konsumsi maupun untuk dijual di pasar gelap, telah menyebabkan penurunan signifikan dalam populasi penyu (Schneider et al., 2011).


            Perairan laut Indonesia merupakan habitat enam jenis penyu dari tujuh jenis yang ada di dunia, dimana semua jenis penyu masuk ke dalam red list di IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dan Appendiks I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang berarti bahwa keberadaannya di alam telah terancam punah, sehingga segala bentuk pemanfaatan dan peredarannya harus dikendalikan (Hartati et al., 2014). Oleh karena itu Pemerintah Indonesia membuat kebijakan semua jenis penyu di Indonesia dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang berarti segala perdagangan dalam keadaan hidup atau mati dilarang. Hal ini karena hampir semua spesies penyu yang ada di Indonesia telah mengalami penurunan populasi sehingga dikategorikan terancam punah (Firliansyah et al., 2017).

        

    Penyu memiliki peran penting yakni memelihara keseimbangan ekosistem laut mulai dari memelihara ekosistem terumbu karang produktif hingga mentransfer nutrien-nutrien penting yang berasal dari lautan menuju pesisir pantai. Penyu dapat dikatakan hewan reptil purba yang kehidupannya rentan akan gangguan seperti pergeseran fungsi lahan yang menyebabkan kerusakan habitat pantai dan ruaya pakan, kematian penyu akibat kegiatan perikanan, pengelolaan teknik-teknik konservasi yang tidak memadai, perubahan iklim, penyakit, pengambilan penyu dan telurnya serta ancaman predator merupakan faktor-faktor penyebab penurunan populasi penyu (Samanya, 2017). Manusia telah mengubah bentang Bumi secara dramatis sehingga sebanyak satu juta spesies tumbuhan dan hewan kini terancam punah, menimbulkan ancaman mengerikan bagi ekosistem yang menjadi sandaran hidup manusia di seluruh dunia (Ahmad, 2023).


       Pemanasan global menjadi bahan bakar utama dalam menekan penurunan jumlah satwa liar, dengan meningkatkan iklim global di mana banyak mamalia, burung, serangga, ikan, dan tumbuhan berevolusi untuk bertahan hidup. Ketika digabungkan dengan cara lain manusia merusak lingkungan, perubahan iklim mendorong semakin banyak spesies mendekati kepunahan (Ahmad, 2023). Laut mendominasi pembentukan pola cuaca global dan krisis iklim telah menyebabkan perubahan besar dan merusak pola tersebut. Lebih dari 90% kelebihan panas yang terperangkap di atmosfer akan diserap di lautan. Lautan yang lebih panas akan mendorong cuaca ekstrem serta membahayakan kota-kota pesisir (Ahmad, 2023).


            Upaya konservasi penyu di Indonesia telah diatur melalui UU  No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, UU  No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP  No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis-Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi. Salah satu upaya mengejawantahkan amanat dari Undang-Undang dan peraturan tersebut adalah dengan membangun stasiun-stasiun pembinaan dan pelestarian penyu di berbagai wilayah di Indonesia (Ahmad, 2023). Di Indonesia, beberapa daerah telah berhasil menerapkan prinsip ekoturisme berkelanjutan dalam upaya konservasi penyu. Sebagai contoh, Bali Sea Turtle Society (BSTS) di Kuta, Bali, bekerja sama dengan komunitas lokal untuk melindungi sarang penyu dari ancaman predator dan aktivitas manusia. Program ini melibatkan wisatawan dalam pelepasan tukik yang telah ditetaskan di pusat konservasi, memberikan pengalaman edukatif yang mendalam. mengungkapkan bahwa program semacam ini berhasil meningkatkan populasi penyu lokal, sekaligus memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar. (Uskono, 2022)

 

            Lombok juga merupakan contoh sukses lainnya seperti yang dilakukan di Desa Malaka Kabupaten Lombok Utara. Dengan melakukan peningkatan kesadartahuan masyarakat terhadap hutan pantai melalui kegiatan penyuluhan. Kegiatan penyuluhan dilakukan dengan pendekatan partisipatif menggunakan metode FGD. bertujuan   untuk mengatur   sistem   keruangan   di   dalam   suatu kawasan,    sehingga    tujuan    dari    kawasan tersebut  dapat  tercapai  dengan  baik.  Menurut peraturan Menteri Kehutanan No. P. 56/Menhut-II/2006, tujuan zonasi adalah untuk menciptakan pola pengelolaan yang efektif dan optimal  sesuai  dengan  kondisi  dan  fungsinya. Pembagian  zona  dalam suatu  kawasan  dapat dibedakan     menurut     fungsi     dan     kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. (Syaputra, 2022)


Ditulis oleh: Amanda Jasmine, Farrel Sulthan Syauqi Rabbani, Ikhwal Yafi, dan Talitha Athaillah Sanjaya 

 

 

DAFTAR PUSTAKA 

Ahmad, F. 2023. Penyu yang Terancam. https://lautsehat.id/flora-fauna/reza/penyu-yang-terancam/

Uskono, F. O. Y., & Sastrawan, I. G. A. (2022). Pengelolaan Konservasi Penyu Sebagai Daya Tarik Wisata di Pantai Kuta. Jurnal Destinasi Pariwisata, 10(1), 147-150.

Syaputra, M., Wulandari, F. T., Wahyuningsih, E., & Anwar, H. (2022). Peningkatan Kesadartahuan Terhadap Hutan Pantai Nipah Sebagai Habitat Penyu di Desa Malaka Kabupaten Lombok Utara. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 5(4), 452-456.

 

 


Nilai Tradisional dan Pelestarian Modern dalam Konservasi Penyu Laut



        Penyu merupakan salah satu hewan yang dilindungi karena populasinya yang terancam punah. Konservasi merupakan salah satu kegiatan yang diharapkan dapat mencegah punahnya habitat penyu, mencegah adanya pemanfaatan penyu demi kepentingan komersial seperti penjualan telur, daging, maupun cangkang dan dapat menjadi sarana berbagi ilmu atau edukasi kepada masyarakat secara luas tentang pentingnya konservasi penyu demi menjaga habitat penyu di Indonesia agar tidak punah (Ario et al., 2016).

        Penyu mempunyai peran yang penting dalam memelihara keseimbangan ekosistem laut mulai dari memelihara ekosistem terumbu karang produktif hingga mentransfer nutrien penting yang berasal dari lautan menuju pesisir pantai. Selain itu, penyu berperan untuk memelihara keseimbangan ekosistem, penyu juga dimanfaatkan sebagai penunjang kebutuhan ekonomi dan budaya oleh masyarakat pesisir seluruh Indonesia (Tambunan et al., 2021).

        Konservasi mempunyai arti pelestarian yaitu melestarikan atau mengawetkan daya dukung, mutu, fungsi, dan kemampuan lingkungan secara seimbang. Adapun tujuan konservasi (1) mewujudkan kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia, (2) melestarikan kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Keberadaan konservasi saat ini sudah semakin dikembangkan dan memiliki prospek yang sangat bagus dan bukan hanya untuk kepentingan perlindungan flora dan fauna saja. Sudah banyak kawasan konservasi juga menjadi kawasan objek wisata dan dapat dikunjungi oleh masyarakat umum, namun tetap menjaga tujuan awal dari pembangunan konservasi tersebut. Apalagi jika kawasan konservasi itu tergolong unik dan langka, hal ini tentu menarik perhatian dari masyarakat luas, contohnya seperti konservasi penyu yang ada di Turtle Conservation and Education Center (TCEC) (Harmino et al, 2021).

      Salah satu inovasi modern dalam konservasi penyu adalah penerapan teknologi seperti metode hatchery semi-alami yang diperkenalkan di Kawasan Konservasi Penyu di Pantai Kecamatan Paloh, Kalimantan Barat. Metode ini memiliki peranan penting dalam upaya pelestarian penyu (Yusra et al., 2022). Tujuan utamanya adalah untuk melindungi telur penyu dari berbagai risiko saat proses penetasan, seperti ancaman predator, genangan air laut saat pasang, dan abrasi pantai (Dermawan et al., 2009). Dengan adanya hatchery, peluang tukik penyu untuk bertahan hidup dan mencapai usia dewasa dapat meningkat (Lapadi et al., 2023).


Nilai Kearifan Lokal dalam Pelestarian Penyu Laut

        Di berbagai wilayah pesisir Indonesia, konservasi penyu laut tidak hanya didorong oleh aturan hukum , namun juga oleh nilai-nilai kearifan lokal yang biasanya diwariskan secara turun-temurun. Nilai-nilai ini biasanya sering kali mencakup kepercayaan bahwa penyu merupakan makhluk yang harus dihormati atau bahwa populasi penyu berkaitan erat dengan kesejahteraan lingkungan dan masyarakat setempat. Misalnya, beberapa masyarakat di Indonesia menganggap penyu sebagai simbol kehidupan atau keseimbangan alam, sehingga penyu dan habitatnya perlu dilestarikan (Tambunan et al., 2021).



Ditulis Oleh : Aida Sayidatunnisa, Hanifah Rifqoh Putri Sanjaya, Syifa Putri Azzahra, dan Keisha Alayya Balqis


DAFTAR PUSTAKA

Ario, V., Wibowo, E., Pratikto, I., & Fajar, S. (2016). Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali. Jurnal Kelautan Tropis, 19(1), 60-66.

Dermawan, A., Nuitja, I. N. S., Soedharma, D., Halim, M. H., Kusrini, M. D., Lubis, S. B., ... & Mashar, A. (2009). Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu.

Lapadi, I., Widiastuti, N.-, Saleh, F. I. E., Mudjirahayu, M., Pranata, B., Pattiasina, T. F., Manangkalangi, E., & Sabariah, V. (2023). Peningkatan fasilitas penangkaran penyu melalui pembuatan bak penangkaran, pondok wisata, dan media penyuluhan di Kampung Meinyumfoka Kabupaten Manokwari. IGKOJEI: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 4(2), 104–111. 

Hermino, T. Z. A., Parawangsa, N. Y., Sari, L. T., Arsad, S., (2021). Efektifitas Pengelolaan Konservasi Penyu di Turtle Conservation and Education Center Serangan, Denpasar Bali. Journal of Marine and Coastal Science, 10 (1), 18-34

Tambunan, M. A., Wiryono, & Senoaji, G. (2021). UPACARA ADAT YANG MEMANFAATKAN PENYU DAN KEBUTUHAN DAGING PENYU UNTUK PESTA PERNIKAHAN OLEH MASYARAKAT PULAU ENGGANO. Journal of Global Forest and Environmental Science, 1(1), 29-39.

Yusra, A., Fisesa, A., Fachrizal, A., & Susanto, H. (2022). Penyu Dan Paloh Perjalanan Konservasi di Ekor Borneo. Yayasan WWF Indonesia.



Inovasi Terkini untuk Pelestarian Habitat dan Konservasi Penyu



Pelestarian adalah suatu upaya dalam melakukan penjagaan untuk melindungi, dan juga dapat mengembangkan habitat untuk meminimalisir kepunahan dan terus bertahan sebagaimana aslinya. Penyu Hijau (Chelonia mydas) termasuk hewan yang dilindungi dengan kategori Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species), sehingga semua jenis penggunaan dan peredarannya harus mendapatkan pertimbangan yang sungguh-sungguh (Direktorat Konservasi Dan Taman Nasional Laut, 2009). Pedoman yang diidentikkan dengan pelestarian penyu merupakan makhluk terancam punah dan dijamin oleh otoritas publik melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Sulaiman et al., 2011). Fungsi penyu dalam sistem biologis sangat penting, termasuk menjaga ketergantungan wilayah lamun dan membawa suplemen di perairan, termasuk mendukung kelimpahan berbagai jenis ikan yang merupakan sumber protein bagi manusia (Sudrajat, et al,. 2020).


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ancaman kepunahan penyu laut yaitu dari adanya perburuan dan perdagangan ilegal, perubahan iklim, pencemaran dan penyakit, pembangunan daerah pesisir serta kurangnya penegakan hukum yang membuat kehidupan ancaman penyu marak terjadi (Parmi, 2020).


Inovasi terkini dalam pelestarian habitat dan konservasi penyu ini melibatkan berbagai pendekatan untuk meningkatkan efektivitas upaya pelestarian. Upaya konservasi yang akan dilakukan berkaitan dengan pemeliharaan dan pelestarian yaitu dengan melakukan strategi konservasi. misalnya dengan analisis efektivitas konservasi penyu yang dilihat dari kegiatan pengelolaan dan indikator efektivitas kegiatan yang dilakukan. Indikator efektivitas kegiatan konservasi penyu dilihat berdasarkan adanya delapan kegiatan yaitu monitoring pantai, asal telur, keberhasilan penetasan, fasilitas pembesaran, pelepasliaran tukik (lokasi dan waktu), pembesaran penyu, aktivitas pengunjung, dan adanya souvenir dari bahan baku penyu (Firliansyah et al., 2017). Serta dengan menggunakan teknik inkubasi buatan, sedangkan yang berkaitan dengan pemanfaatan hanya sebatas penelitian dan ekowisata saja (Rohi et al., 2020).


Berdasarkan Times Indonesia, 2024 inovasi terkini yang membantu dalam pelestarian habitat dan konservasi penyu yaitu: Intan box, dimana intan box merupakan ciptaan dari Banyuwangi Sea Turtle Foundation (BSTF), Intan Box adalah inkubator buatan yang meningkatkan tingkat keberhasilan penetasan telur penyu. Teknologi pengaturan suhu dan kelembaban yang presisi memungkinkan peneliti untuk mengontrol jenis kelamin tukik yang akan menetas, sehingga membantu menjaga keseimbangan gender dalam populasi penyu. Selain itu, BSTF juga  menggunakan alat data logger untuk memantau kondisi sarang, suhu, pH, dan kelembapan, sehingga  dapat mengatur kondisi optimal untuk penetasan telur penyu.


Gambar Intan box (Sumber: Times Indonesia, 2024)


Inovasi terkini dalam pelestarian habitat dan konservasi penyu laut melibatkan berbagai teknologi dan pendekatan yang berfokus pada pemantauan, perlindungan, dan pengelolaan ekosistem. terdapat beberapa yang sedang diterapkan menurut Restorasi Ekosistem Riau, 2024 yaitu: Pemantauan berbasis teknologi. Dimana novasi digital, termasuk penggunaan GPS dan satelit, memungkinkan ilmuwan untuk memantau pergerakan penyu dan habitatnya dengan lebih efisien. Dengan teknologi ini, para peneliti dapat mengidentifikasi area kritis yang perlu dilindungi serta mempelajari pola migrasi penyu secara real-time. Selain itu, Penggunaan drone dalam konservasi memberikan kemampuan untuk memantau area yang luas dengan cepat, mendeteksi aktivitas ilegal seperti perburuan atau pencurian telur penyu, serta melakukan survei habitat secara efektif. 


Inovasi tidak hanya berhubungan dengan teknologi, tetapi juga meliputi aspek pendidikan dan peningkatan kesadaran. Program pendidikan dan kampanye kesadaran berperan dalam mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya keanekaragaman hayati serta cara-cara untuk melindunginya. Dengan pemahaman yang lebih mendalam, individu dapat melakukan tindakan yang lebih berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari mereka (Rafi, 2023).



Ditulis Oleh : Aida Sayidatunnisa, Hanifah Rifqoh Putri Sanjaya, Syifa Putri Azzahra, dan Keisha Alayya Balqis



DAFTAR PUSTAKA

Firliansyah, E., Kusrini, M. D., & Sunkar, A. (2017). Pemanfaatan dan Efektivitas Kegiatan Penangkaran Penyu di Bali bagi Konservasi Penyu. Journal of Tropical Biodiversity and Biotechnology, 2, 21-27.

Parmi, H. J. (2020). Upacara Adat Dan Konservasi Penyu Di Kuta Dan Tanjung Benoa, Bali. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, 4(3), 620-626.

Rafi Brilliyanto. (2023). Inovasi dalam Meningkatkan Keanekaragaman Hayati. Inovasi dalam Meningkatkan Keanekaragaman Hayati. Diakses pada 31 Oktober 2024.

Restorasi Ekosistem Riau. (2024,). Peran inovasi digital dalam pelestarian satwaliar. Rekoforest. https://www.rekoforest.org/id/warta-lapangan/peran-inovasi-digital-dalam-pelestarian-satwa-liar/. Diakses pada 31 Oktober 2024

Rohi, C. A., Dima, A. O., & Meye, E. D. (2020). STRATEGI KONSERVASI POPULASI ALAMI PENYU LEKANG (Lepidochelys olivace ) DI PANTAI SOSADALE DESA SIOMEDA KABUPATEN ROTE NDAO PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Jurnal Biotropikal Sains, 17(1), 45-54.

Sudrajat, I., Ernaningsih, D., Patanda, M. (2020). STRATEGI PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI SUAKA MARGASATWA SINDANGKERTA, TASIKMALAYA. Jurnal Ilmiah satya Minabahari, 08(02), 43-55

Times Indonesia. (2024). Dari Banyuwangi untuk dunia: Intan Box selamatkan penyu dari kepunahan. Times Indonesia. https://timesindonesia.co.id/gaya-hidup/508545/dari-banyuwangi-untuk-dunia-intan-box-selamatkan-penyu-dari-kepunahan?form=MG0AV3.  Diakses pada 31 Oktober 2024.



INISIATIF GLOBAL UNTUK MENYELAMATKAN PENYU DARI KEPUNAHAN


Penyu laut telah ada selama lebih dari satu abad. Namun mereka sedang menghadapi ancaman besar yang dapat menghancurkan mereka. Perburuan, pencemaran laut, hilangnya tempat untuk bertelur, dan perubahan iklim adalah semua tindakan manusia yang memperburuk keadaan populasi penyu. Banyak kampanye global telah diluncurkan untuk mencegah kepunahan penyu sebagai tanggapan terhadap ancaman ini. Di seluruh dunia, pemerintah, organisasi non-pemerintah, ilmuwan, dan masyarakat lokal bekerja sama untuk mencapai tujuan ini.

 

Terdapat solusi dari ancaman kepunahan penyu salah satunya yaitu pembuatan konservasi. Konservasi sebagai penghambat laju kerusakan habitat dan kehilangan spesies lebih banyak. Menurut IUCN dalam Harahap (2015), bahwa konservasi adalah luas daratan dan laut yang digunakan untuk perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati, dan sumber daya alam yang terhubung dengan budaya yang terkait serta dikelola melalui penerapan hukum atau dengan cara efektif lainnya. Konservasi penyu di dunia ditetapkan oleh Union for Conservation of Nature (IUCN) yang merupakan Lembaga internasional untuk konservasi alam (satwa maupun tumbuhan) dan pembangunan berkelanjutan (Nasution dan Hairul, 2021).

 

Konservasi penyu merupakan upaya untuk pemeliharaan dan perlindungan penyu dari ancaman kepunahan. Konservasi penyu yang melibatkan masyarakat dalam penguatannya dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman kepunahan penyu. Diharapkan dari adanya pendekatan itu manusia tidak lagi memburu penyu untuk kepentingan pribadi, kelompok maupun untuk konvensional. Sebaiknya informasi mengenai kepunahan penyu dan konservasi penyu lebih disebar luaskan agar seluruh masyarakat mengetahui bahwa keadaan lingkungan penyu yang buruk karena perilaku manusia dan dengan adanya konservasi diharapkan masyarakat dapat mengetahui manfaat dari konservasi penyu laut itu sendiri.


Berikut ini merupakan lembaga konservasi yang melindungi satwa liar di dunia

1.      Konvensi Internasional Perdagangan Satwa Liar yang Terancam Punah (CITES)

Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) adalah perjanjian internasional yang bertujuan untuk memastikan bahwa perdagangan internasional spesies tumbuhan dan hewan liar tidak mengancam kelangsungan hidup mereka. Appendix I CITES mencakup semua spesies penyu laut, dan perdagangan internasional produk penyu, seperti karapas penyu sisik, dilarang keras. CITES (CITES, 2023) berfungsi sebagai alat legislatif penting untuk menghentikan perdagangan dan perburuan ilegal penyu laut dan produknya di seluruh dunia (CITES, 2023).

2.      Inisiatif Konservasi Terpadu World Wildlife Fund (WWF)

Salah satu organisasi konservasi terbesar di dunia, WWF memiliki program konservasi penyu laut di lebih dari 50 negara. Inisiatif WWF mencakup pemantauan

populasi penyu, perlindungan habitat bersarang, mendorong kebijakan yang mengurangi pencemaran plastik di lautan, dan kampanye untuk mengurangi penggunaan produk yang terbuat dari penyu. WWF juga bekerja sama dengan komunitas lokal untuk melindungi sarang penyu dan mendukung ekowisata yang berbasis konservasi (WWF, 2022).

3.      Sea Turtle Conservation (STC)

Organisasi ini merupakan salah satu organisasi non-pemerintah tertua yang berkomitmen untuk melindungi penyu laut adalah Sea Turtle Conservancy (STC). Salah satu program utamanya adalah "Turtle Walk" yang memungkinkan masyarakat untuk melihat dan melindungi penyu saat musim bertelur. STC juga menggunakan teknologi satelit untuk melakukan penelitian tentang migrasi penyu; teknologi ini membantu memantau rute migrasi dan lokasi makan penyu di laut, yang membuat penelitian ini sangat penting untuk menentukan area perlindungan maritim yang efektif (Sea Turtle Conservancy, 2023).

 

Dengan mengurangi kerusakan habitat dan mengurangi kehilangan spesies, konservasi memiliki peran penting dalam melindungi keanekaragaman hayati secara menyeluruh serta partisipasi masyarakat dalam program konservasi juga penting unruk meningkatkan kesadaran pada ancaman yang dihadapi penyu dan pentingnya melindungi spesies tersebut.


Organisasi internasional seperti CITES, WWF, dan STC telah memainkan peran penting dalam melindungi penyu melalui program konservasi yang komprehensif. Program- program ini berfokus pada perlindungan habitat, pelarangan perdagangan ilegal, pengurangan pencemaran plastik, dan penelitian ilmiah yang memanfaatkan teknologi untuk melacak migrasi penyu. Dengan dukungan masyarakat internasional, upaya konservasi penyu dapat terus berkembang dan diharapkan dapat mencegah kepunahan.

 

Ditulis oleh: Achmad Alfio Dalish Sumarow, Junita Wulandari, Lilis Fauziah Agustin, dan Stiza Anindya Fasha

DAFTAR PUSTAKA

CITES. (2023). Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. https://www.cites.org Diakses pada 28 September 2024.

Sea Turtle Conservancy. (2023). Sea Turtle Conservancy Programs. https://conserveturtles.org Diakses pada 28 September 2024.

Tambunan et al.2021. Upacara Adat yang Memanfaatkan Penyu dan Kebutuhan Daging Penyu untuk Pesta Pernikahan oleh Masyarakat Pulau Enggano. Journal of Global Forest and Environmental Science. Vol.1 (1).

Nasution, E.D dan Hairul Fatah.2021.Rapid Survei Keanekaragaman Hayati Status Konservasi  Permen LHK (P.106/2018) dan IUCN di Areal Nilai Konservasi Tinggi Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal AGRIFOR. Vol.20(1).

WWF. (2022). Turtle Conservation Projects. World Wildlife Fund. https://www.worldwildlife.org Diakses pada 28 September 2024



 

Sabtu, 01 Maret 2025

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP POPULASI PENYU


Foto penyu hijau
Sumber : Greeners.co

 

Perubahan iklim telah dirasakan secara nyata baik bagi manusia, hewan serta tumbuhan di seluruh dunia. Salah satu yang memiliki dampak besar adalah heatwave atau gelombang panas yang terjadi di banyak negara. Saat ini Indonesia dianggap masih relatif aman dari dampak ini meskipun peningkatan panas mulai terjadi (Chandra, 2023).

Perubahan iklim dapat memengaruhi banyak spesies laut, salah satunya adalah penyu. Perubahan iklim seperti kenaikan suhu secara global, perubahan pola cuaca, dan kenaikan permukaan laut telah berdampak langsung pada populasi penyu di seluruh dunia. Dampak perubahan iklim terhadap penyu laut adalah sebagai berikut:

  1. Ketidakseimbangan Jenis Kelamin

Jenis kelamin penyu ditentukan oleh suhu pasir tempat telur menetas. Suhu yang lebih tinggi cenderung menghasilkan lebih banyak penyu betina daripada penyu jantan. Perubahan iklim dan peningkatan suhu global menyebabkan lebih banyak penyu betina dilahirkan, yang menyebabkan ketidakseimbangan rasio jenis kelamin yang signifikan. Karena populasi penyu jantan yang sangat sedikit, kemampuan penyu untuk berkembang biak dan bertahan lama diancam (Hawkes et al., 2009). 

  1. Tinggi Permukaan Laut

Jika permukaan laut naik, habitat pantai tempat penyu bertelur akan terancam. Akibat naiknya air laut, pantai yang mengalami erosi atau banjir tidak lagi cocok untuk tempat bertelur. Banyak sarang penyu tenggelam atau rusak, sehingga tingkat keberhasilan penetasan telur menjadi lebih rendah. Selain itu, penurunan area bersarang dapat mengakibatkan penurunan populasi penyu yang signifikan, karena habitat penting penyu menjadi semakin jarang (LaloĆ« et al., 2017). 

  1. Cuaca Ekstrim dan Dampak Pada Tempat Peneluran

Perubahan iklim menyebabkan peningkatan jumlah peristiwa alam dari cuaca ekstrim seperti badai dan banjir.. Cuaca seperti badai dapat menghancurkan sarang dan membunuh anak penyu yang baru menetas, serta dapat menyebabkan banjir yang menenggelamkan telur penyu (Fuentes et al., 2013). 

  1. Perubahan Ekosistem dan Ketersediaan Makanan

Meningkatnya suhu air laut dapat mengubah ekosistem laut termasuk terumbu karang dan padang lamun yang menjadi sumber makanan penyu. Perubahan ini mengurangi sumber makanan bagi spesies penyu seperti penyu hijau, yang sangat bergantung pada lamun untuk hidup. Kekurangan makanan dapat menghambat pertumbuhan, kesehatan, dan reproduksi penyu, sehingga menyebabkan penurunan populasi yang lebih cepat (Poloczanska et al., 2009).

  1. Migrasi yang terganggu

Penyu bermigrasi jauh untuk mencari tempat bertelur dan makanan. Perubahan iklim dapat mengubah suhu laut dan arus samudra yang mengganggu pola migrasi penyu. Akibatnya, mereka kesulitan menemukan tempat yang tepat untuk bertelur atau mencari sumber makanan yang mengakibatkan angka kelahiran menurun dan kematian penyu meningkat oleh masalah migrasi ini (Witt et al., 2011).

Perubahan iklim dapat mempengaruhi populasi penyu dalam berbagai cara, termasuk ketidakseimbangan jenis kelamin, kerusakan habitat, cuaca yang ekstrem, perubahan ekosistem, serta gangguan migrasi. Dampak-dampak ini memperburuk tantangan hidup yang dihadapi oleh penyu yang sudah berada di bawah tekanan dari aktivitas manusia lainya, seperti perburuan dan pencemaran. Konservasi penyu harus dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya untuk mengurangi perubahan iklim global dan melindungi habitat mereka agar spesies ini dapat bertahan di masa depan.

 

Ditulis oleh : Achmad Alfio Dalish Sumarow, Junita Wulandari, Lilis Fauziah Agustin

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Chandra, Wahyu. 2023. Perubahan Iklim dan Dampaknya pada Lamun dan Penyu. (https://www.mongabay.co.id/2023/12/18/perubahan-iklim-dan-dampaknya-pada-lamun-dan-penyu/#:~:text=Pada%20penyu%2C%20perubahan%20iklim%20menyebabkan,tak%20bisa%20menetas%20dan%20busuk, Diakses : 26 September 2023).

Hawkes, L.A., Broderick, A.C., Godfrey, M.H., & Godley, B.J. (2009). Climate change and marine turtles. Endangered Species Research, 7(2), 137-154.

Laloƫ, J-O., Cozens, J., Renom, B., Taxonera, A., & Hays, G.C. (2017). Effects of rising temperature on the viability of an important sea turtle rookery. Nature Climate Change, 7, 651-655.

Fuentes, M.M.P.B., Pike, D.A., Dimatteo, A., & Wallace, B.P. (2013). Resilience of marine turtle regional management units to climate change. Global Change Biology, 19(5), 1399-1406.

Poloczanska, E.S., Limpus, C.J., & Hays, G.C. (2009). Vulnerability of marine turtles to climate change. Advances in Marine Biology, 56, 151-211.

Witt, M.J., Baert, B., Broderick, A.C., Formia, A., Fretey, J., & Hays, G.C. (2011). Tracking leatherback turtles from the world's largest rookery: assessing threats across the South Atlantic. Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences, 278(1717), 2338-2347.